Aksi Pembersihan Ignatius
Ignatius Agarbi, menteri keuangan Nigeria yang baru diangkat, mulai menarik perhatian publik dengan janji kuatnya untuk memberantas korupsi. Tidak seperti pendahulunya, Ignatius dengan cepat memulai aksi nyata.Â
Tindakan pertamanya yang menonjol adalah memenjarakan pejabat rendah di Kementerian Perdagangan atas pemalsuan dokumen, diikuti dengan deportasi seorang finansier asal Lebanon atas pelanggaran regulasi valuta asing.Â
Klimaks dari rangkaian aksi kerasnya adalah penangkapan Inspektur Jenderal Polisi yang diduga menerima suap, suatu praktek yang sebelumnya dianggap lumrah di Lagos. Tindakan Ignatius mengukuhkan reputasinya sebagai sosok pembersih yang ditakuti oleh banyak pihak, dan mendapat julukan "Clean Sweep Ignatius" dari media setempat.
Ketika memasuki tahun kedua masa jabatannya, bahkan para sinis mulai mengakui prestasi Ignatius. Pada suatu kesempatan, Kepala Negara, Jenderal Otobi, memintanya untuk mengidentifikasi aliran dana korupsi yang masih terjadi, menduga banyak uang mengalir ke rekening bank Swis secara ilegal. Ignatius mendapat kepercayaan penuh untuk mengungkap pelaku dengan cara apapun yang diperlukan, termasuk menginvestigasi semua anggota kabinet.
Dengan wewenang baru dan tugas berat di pundaknya, Ignatius merencanakan kunjungan tidak terjadwal ke Swiss, menyamar sebagai turis untuk mendekati bank-bank besar dengan tujuan mendapatkan informasi tentang rekening yang dimiliki oleh warga Nigeria.
Setibanya di Geneva, dia bertemu dengan pihak bank dan, dengan bukti kuasa yang diberikan oleh Jenderal Otobi, mencoba meyakinkan mereka untuk mengungkapkan informasi rekening klien Nigeria. Namun, semua upaya diplomatik dan ancaman untuk menghentikan semua transaksi dengan Swiss gagal membuahkan hasil, karena bank tetap teguh pada prinsip kerahasiaan klien mereka.
Ultimatum di Geneva
Setelah upaya diplomatis Ignatius gagal, ia memutuskan untuk mengambil langkah yang lebih ekstrem. Dalam pertemuan yang tegang dengan para pejabat bank, Ignatius, yang kecewa dengan sikap mereka yang tidak kooperatif, secara terbuka mengancam akan menutup kedutaan Nigeria di Geneva dan mengusir duta besar Swiss di Lagos. Ketika ini pun tidak mempengaruhi sikap bank, Ignatius mengambil langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya: dia mengeluarkan pistol dan mengancam akan membunuh ketua bank jika informasi tentang pemilik rekening tidak segera diserahkan.
Ketegangan mencapai puncaknya ketika Ignatius menodongkan pistol ke kepala ketua bank, mengancam akan menarik pelatuk jika daftar nama tidak diberikan. Meskipun terlihat takut, ketua bank dan asistennya tetap teguh, tidak memberikan informasi yang diminta. Dalam momen yang penuh tekanan ini, Ignatius menunjukkan sejauh mana ia bersedia pergi untuk memenuhi tugasnya.
Akhirnya, situasi mencapai titik klimaks ketika Ignatius, menyadari bahwa ancamannya tidak akan mengubah keadaan, memutuskan untuk menggunakan taktik yang lebih licik. Dia menunjukkan koper yang penuh dengan uang tunai, menawarkan pembukaan rekening besar di bank tersebut sebagai ganti informasi yang ia butuhkan. Dalam permainan kekuasaan yang rumit ini, Ignatius berhasil memanfaatkan keserakahan untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
Pertemuan berakhir dengan ketegangan yang mereda namun penuh kehati-hatian. Ignatius meninggalkan bank dengan informasi yang dia perlukan, tetapi juga dengan pengetahuan bahwa tindakannya mungkin memiliki konsekuensi jangka panjang. Keberhasilannya dalam mendapatkan informasi adalah kemenangan yang pahit, menunjukkan sejauh mana korupsi dan kejahatan keuangan dapat memaksa seorang pemimpin untuk bertindak di luar batas hukum dan etika.