Situasi menjadi semakin genting ketika Saad al-Takriti menuntut untuk melihat paspor semua awak pesawat. Kapten pesawat dan awaknya berupaya mengalihkan perhatian Saad, menciptakan kebingungan dengan berbicara keras dan berpindah-pindah tempat untuk mengaburkan jumlah sebenarnya dari awak. Ketika Saad mulai curiga dan memeriksa lebih detil, seorang pramugari yang berani berkomunikasi dengan kapten pesawat Prancis di dekatnya, menyelipkan Hamid keluar dari situasi tersebut dengan cerdik.
Momen tegang berlanjut saat pesawat Air France berangkat, memungkinkan Hamid dan awak pesawat Amerika lainnya untuk menarik napas lega. Dalam beberapa saat yang mendebarkan, solidaritas dan keberanian dari orang-orang di sekitarnya memastikan bahwa Hamid bisa kembali ke pesawat tanpa terdeteksi.
Setelah kepanikan mereda dan pesawat siap untuk lepas landas, Hamid, sekarang bebas dari penyamarannya, duduk di kursinya, merenungkan betapa dekatnya ia dengan bencana. Pengalaman ini mempertegas rasa syukur atas kehidupan barunya di Amerika, kebebasan yang telah ia perjuangkan keras untuk dicapai, dan kesadaran bahwa masa lalunya selalu akan menjadi bagian dari dirinya, meskipun ia kini menatap masa depan dengan harapan dan tekad baru.
Saat akhirnya tiba di New York, sambutan hangat dari keluarganya mengonfirmasi bahwa keputusan untuk memulai hidup baru di tempat yang jauh adalah pilihan yang benar. Hamid memeluk istri dan anak-anaknya, berjanji bahwa masa depan mereka akan jauh dari bayang-bayang ketakutan yang pernah menghantui mereka. Cerita Hamid Zebari tidak hanya tentang pelarian dari bahaya, tetapi juga tentang pencarian identitas baru, kebebasan, dan tempat yang dapat disebut rumah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H