Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mengintegrasikan Nilai-nilai Wukuf dalam Kehidupan: Sebuah Refleksi

16 Juni 2024   22:05 Diperbarui: 16 Juni 2024   22:22 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wukuf di Arafah tahun 2006. (Dokumen pribadi)

Di tengah-tengah keheningan padang Arafah, 18 tahun silam, saya merenung dalam kesunyian yang hanya terpecah oleh bisikan doa dari jutaan umat yang berkumpul. Di sini, setiap tahun, pada Hari Arafah, umat Islam "berdiri" dari siang hingga matahari terbenam, sebuah ritus yang memperkuat ikatan kita dengan Tuhan dan sesama manusia. Berada di Arafah bukan sekadar melaksanakan rukun haji, melainkan menapaki jalan spiritual yang mendalam, mengingatkan kita akan kedudukan sejati di hadapan Allah SWT.

Dalam kesendirian ini, saya menyadari bahwa wukuf di Arafah bukan hanya pertemuan fisik di tanah suci, tetapi juga pertemuan batin yang memaksa kita untuk mempertanyakan esensi eksistensi. Setiap dari kita, tanpa memandang status atau kekayaan, berdiri sama, hanya dengan kain ihram yang menyelimuti tubuh. Di sini, simbol kesederhanaan itu mengingatkan saya bahwa dalam keheningan dan kesederhanaan, kita bisa menemukan kebenaran yang paling murni.

Refleksi ini membawa saya pada pemikiran tentang relevansi wukuf dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana pengalaman spiritual yang intens ini bisa menginspirasi kita untuk menjalani kehidupan yang lebih bermakna? Di Arafah, kita diajarkan untuk melepaskan segala macam keduniawian dan fokus pada inti dari keberadaan kita. Ini adalah pelajaran tentang kebersamaan, kesetaraan, dan kefanaan, yang harus kita terapkan tidak hanya saat berada di padang pasir, tetapi juga dalam interaksi kita sehari-hari.

Saya mempertimbangkan bagaimana wukuf mengajarkan kita tentang pentingnya memahami dan menghargai momen sekarang. Kita diajarkan untuk tidak hanya menunggu momen-momen besar dalam kehidupan untuk mencari kedekatan dengan Yang Maha Kuasa, tetapi juga untuk menemukan kesucian dalam rutinitas sehari-hari. Keikhlasan dan kepatuhan yang kita praktikkan di Arafah dapat menjadi bimbingan untuk memperdalam pemahaman kita tentang kehidupan itu sendiri.

"Berdiri" di padang Arafah membawa pemahaman mendalam tentang kesabaran dan ketenangan. Dalam kepanasan yang terik dan kerumunan yang luas, kita belajar mengendalikan emosi dan fokus pada tujuan spiritual kita. Refleksi ini menjadi metafora bagi kehidupan sehari-hari, di mana kesabaran sering kali diuji dalam berbagai situasi. 

Menyadari ini, saya terinspirasi untuk mengadaptasi kesabaran yang saya pelajari di Arafah ke dalam setiap aspek kehidupan saya, menghadapi tantangan dengan ketenangan dan keteguhan hati.

Selain itu, momen wukuf mengingatkan saya tentang pentingnya masyarakat dan ukhuwah (kesatuan, persaudaraan). Di Arafah, tidak ada perbedaan yang mencolok antara kaya dan miskin, pemimpin dan pengikut, semua hanyalah umat manusia yang mencari rahmat yang sama. 

Membawa prinsip ini kembali ke rumah, saya menjadi lebih sadar akan pentingnya menjalin hubungan yang sehat dan mendukung dengan orang lain, tidak peduli latar belakang mereka. Ini mengajarkan kita untuk lebih menghargai setiap individu, memperkuat jalinan sosial yang kita miliki, dan memperluas empati kita.

Dengan menggabungkan pelajaran-pelajaran ini, wukuf bukan hanya titik balik tahunan dalam kalender Islam, tetapi juga sebuah pelajaran yang berkelanjutan dalam kehidupan. 

Setiap tahun, kita kembali ke titik ini, bukan hanya secara fisik tetapi juga spiritual, dengan harapan untuk memperbaharui dan memperdalam komitmen kita pada nilai-nilai yang diajarkan oleh Islam. Ini menjadi jembatan antara ibadah dan kehidupan sehari-hari, mengajarkan kita bagaimana untuk terus berkembang dan beradaptasi, sambil mempertahankan inti dari keyakinan kita yang paling dalam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun