Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mendorong Ekonomi dan Melindungi Lingkungan Melalui Perdagangan Karbon

13 Juni 2024   06:00 Diperbarui: 13 Juni 2024   06:33 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembangkit listrik tenaga batubara Suralaya di Cilegon city, Banten, Indonesia. (Foto : Ulet Ifansati/Greenpeace)

Di tengah meningkatnya krisis iklim global, Indonesia berada di garda terdepan dalam mengintegrasikan upaya perlindungan lingkungan ke dalam kerangka kerja ekonomi nasionalnya. Dengan mengadopsi mekanisme perdagangan karbon, negara ini tidak hanya berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon tetapi juga melihat peluang ekonomi yang signifikan dalam proses tersebut.

Mekanisme perdagangan karbon memberi perusahaan kuota emisi dan memungkinkan mereka untuk memperdagangkan kelebihan kuota tersebut. Inisiatif ini telah menunjukkan potensi untuk merangsang pertumbuhan ekonomi melalui inovasi dan efisiensi. Pengurangan emisi karbon yang dihasilkan mendorong pengembangan teknologi hijau, menciptakan lapangan kerja baru, dan memperkuat ekonomi melalui pengembangan industri yang berkelanjutan (ugm.ac.id, 15/01/2024) .

Lebih jauh, perdagangan karbon menawarkan sumber pendapatan baru bagi negara. Indonesia, dengan hutan hujan tropis, mangrove, dan gambut yang luas, memiliki potensi besar untuk menghasilkan kredit karbon yang dapat diperdagangkan di pasar global. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyoroti potensi pendapatan yang bisa mencapai hingga US$565,9 miliar atau sekitar Rp8.000 triliun dari perdagangan karbon (katadata.co.id, 18/05/2022). Pendapatan ini tidak hanya meningkatkan devisa negara tetapi juga mendukung inisiatif lingkungan lebih lanjut melalui pembiayaan program-program hijau yang inklusif.

Indonesia juga menghadapi tantangan besar dalam perjalanan menuju Net Zero Emission. Implementasi kebijakan ini membutuhkan investasi besar dan kerjasama antar sektor yang intensif. Selain itu, pembangunan rendah karbon melalui ekonomi hijau juga menjadi fokus, di mana pemerintah telah mengalokasikan anggaran signifikan untuk infrastruktur hijau, yang mencapai rata-rata 4,1 persen dari APBN (ekon.go.id, 14/03/2022).

***


Menghadapi perubahan iklim yang semakin kritis, Indonesia tidak hanya berfokus pada potensi ekonomi yang ditawarkan oleh perdagangan karbon, tetapi juga pada kebutuhan mendesak untuk mengadopsi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Kemitraan antara aktor negara dan non-negara, termasuk lembaga-lembaga keuangan dan pelaku bisnis, menjadi sangat penting dalam mencapai tujuan bersama ini.

Salah satu inisiatif penting adalah perluasan dan peningkatan efektivitas Jejaring Indonesia Rendah Emisi (JIRE), yang telah dirintis sejak tahun 2019. JIRE bertujuan untuk menjadi platform kolaborasi bagi berbagai pemangku kepentingan untuk menyelaraskan upaya-upaya pengurangan emisi karbon. Namun, untuk mencapai efektivitas maksimal, JIRE membutuhkan dukungan penuh dalam hal sumber dana dan sumber daya yang memadai, yang saat ini masih menjadi salah satu tantangan terbesarnya (mongabay.co.id, 31/05/2021).

Dari sisi pemerintah, komitmen terhadap ekonomi hijau telah diperkuat melalui berbagai kebijakan strategis. Ini termasuk pengalokasian anggaran yang signifikan untuk proyek-proyek infrastruktur hijau dan inisiatif pembangunan rendah karbon, seperti yang diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, dengan anggaran perubahan iklim yang mencapai 4,1 persen dari APBN (ekon.go.id, 14/03/2022). Dalam mencapai target Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat, Indonesia juga telah menetapkan kebijakan yang ambisius untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030 (ekon.go.id, 14/03/2022).

Penerapan pajak karbon yang akan dimulai pada Juli 2022 adalah langkah lain yang strategis. Tarif awal yang dikenakan kepada pembangkit listrik tenaga uap batu bara adalah Rp30.000 per ton emisi karbon dioksida ekuivalen, yang mencerminkan penerapan prinsip "polluter pays" dalam ekonomi nasional (katadata.co.id, 18/05/2022).

Menghadapi tantangan ini, ada peluang besar untuk Indonesia. Negara ini dapat memanfaatkan potensi besar hutan hujan tropis, mangrove, dan lahan gambutnya dalam menciptakan pendapatan melalui perdagangan kredit karbon di pasar global. Dengan strategi yang tepat dan komitmen yang kuat dari semua sektor, Indonesia tidak hanya akan berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim global tetapi juga akan memperkuat perekonomian nasional dengan prinsip-prinsip yang berkelanjutan dan inklusif.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun