Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Egoisme dan Survivalisme Manusia

8 Juni 2024   19:58 Diperbarui: 8 Juni 2024   20:00 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam mengupas fenomena perilaku manusia dalam situasi kritis, karikatur ini bukan hanya sebuah gambaran humor yang ringan, melainkan juga membuka jendela pemahaman tentang ironi perilaku egois dalam psikologi sosial. Dengan sarkasme yang pedas, kita diingatkan bahwa dalam kondisi terdesak, naluri dasar manusia sering kali menjerumuskan ke arah 'setiap orang untuk dirinya sendiri', sebuah pendekatan yang tampaknya logis namun ironisnya, merugikan diri sendiri dan orang lain.

Dalam kondisi darurat, seperti yang digambarkan dalam karikatur ini, teori psikologis seperti 'teori kepanikan' oleh Enrico Quarantelli dapat diterapkan, dimana individu sering kali bertindak irasional bukan karena ketakutan yang tidak terkendali, tetapi lebih karena kurangnya informasi yang memadai dan koordinasi yang buruk. Kita melihat lima individu yang dengan gegabah memilih untuk memotong bagian kapal---sumber keselamatan kolektif---untuk membuat sekoci yang menjamin keselamatan pribadi, sebuah tindakan yang secara tidak sengaja menggambarkan paradoks 'semakin berusaha menyelamatkan diri, semakin besar pula resiko tenggelam bersama'.

Ironi ini mencerminkan konsep dalam psikologi evolusioner tentang 'altruisme yang bersyarat', di mana manusia cenderung membantu orang lain ketika ada harapan bantuan akan dibalas di masa depan. Namun, dalam skenario yang digambarkan, logika ini sepertinya terbalik; bukan kerjasama yang dipilih, melainkan kompetisi yang merusak---sebuah gambaran pesimis namun menggelitik tentang 'kecerdasan' manusia dalam menghadapi krisis.

Melalui lensa sarkasme, kita bisa mempertanyakan: Apakah ini cerminan dari masyarakat modern kita? Di mana ego dan keinginan untuk 'selamat lebih dulu' mengaburkan pemahaman kita tentang keberlangsungan hidup bersama yang sebenarnya lebih efektif dalam menghadapi badai kehidupan. Tindakan individu di kapal yang sekarat ini secara tidak langsung mengajarkan kita bahwa dalam kepanikan, logika manusia sering terombang-ambing seperti kapal yang diterjang badai.

Dari sudut pandang sosiologis, karikatur ini menyoroti kegagalan kooperasi dan koordinasi dalam masyarakat yang menghadapi krisis bersama. Dengan nada sarkastik yang tajam, kita dapat melihat gambaran masyarakat yang terfragmentasi, di mana setiap individu sibuk dengan agenda pribadinya sendiri, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap keseluruhan kelompok. Perilaku ini bukan hanya sebuah ironi, melainkan juga refleksi dari struktur sosial yang lebih luas yang mendorong individualisme ketimbang kolaborasi.

Dalam konteks ini, karikatur tersebut menjadi sebuah metafora yang menceritakan tentang 'tragedi kepemilikan bersama', sebuah konsep yang dipopulerkan oleh ekonom Garrett Hardin. Menurut Hardin, individu yang bertindak berdasarkan kepentingan pribadi mereka dalam mengelola sumber daya bersama cenderung menyebabkan kehancuran sumber daya tersebut, karena masing-masing individu mengabaikan kepentingan bersama demi keuntungan jangka pendek. Ini terlihat jelas dalam perilaku para tokoh dalam karikatur yang memilih untuk menghancurkan kapal---sebuah aset bersama---demi potensi selamat yang tidak pasti.

Dengan penuh sarkasme, kita diajak untuk mempertanyakan nilai-nilai yang kita pegang dalam masyarakat. Apakah kita memang masyarakat yang lebih memilih survivalisme yang radikal, di mana prinsip 'setiap orang untuk dirinya sendiri' menjadi mode default saat menghadapi krisis? Ironisnya, pendekatan seperti ini sering kali menghasilkan hasil yang lebih buruk bagi semua orang, seperti yang digambarkan dalam pemotongan kapal secara sembrono tersebut.

Karikatur ini, melalui humor yang keras, mengkritik pendekatan masyarakat modern yang sering kali lebih mengedepankan kompetisi daripada kerjasama. Ini adalah sindiran terhadap gagasan bahwa dalam menghadapi badai, sebagian dari kita memilih untuk menggergaji dasar yang sama yang menopang kita semua. Mungkin, pesan yang paling tajam dari karikatur ini adalah bahwa dalam sebuah masyarakat yang ideal, kekuatan kolektif dan solidaritas adalah apa yang seharusnya menyelamatkan kita semua, bukan tindakan heroik soliter yang pada akhirnya mungkin lebih membahayakan daripada menyelamatkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun