Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kecurangan Itu Hal Biasa

23 April 2024   09:00 Diperbarui: 23 April 2024   09:01 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dunia olahraga dan pertandingan, isu kecurangan adalah topik yang selalu menarik perhatian dan sering kali menyebabkan perdebatan panas. Pertanyaannya adalah, apakah kecurangan dalam pertandingan memiliki hubungan dengan sesuatu yang sehari-hari dan tak terelakkan seperti tidur? Jawabannya mungkin tidak langsung terlihat, tetapi jika kita melihat lebih dalam, kita akan menemukan bahwa ada benang merah yang menarik.

Kecurangan bisa terjadi kapan saja: sebelum, selama, atau setelah pertandingan. Mirip dengan siklus tidur, di mana kita membedakan fase sebelum tidur, saat tidur, dan setelah tidur. Dalam ketiga fase tersebut, kita mencari 'nikmat' tidur yang sesungguhnya, namun ironisnya, nikmat tersebut tidak pernah benar-benar kita rasakan secara langsung. Begitu pula dengan kecurangan, seringkali pelakunya tidak merasa telah melakukan kecurangan, karena dalam persepsinya, ia tidak 'merasakan' kecurangan tersebut---sama seperti kita tidak merasakan tidur saat kita benar-benar tidur.

Lebih lanjut, ada dua kelompok orang dalam masyarakat yang menyangkutpautkan kecurangan dengan norma: mereka yang percaya bahwa kecurangan tidak ada dalam pertandingan, dan mereka yang menganggap kecurangan adalah hal biasa. Kedua pandangan ini serupa dengan orang yang mengalami insomnia atau yang tidur terlalu nyenyak; mereka yang terlalu naif atau terlalu sinis.

Jadi, meskipun pada pandangan pertama tidak ada hubungan langsung antara tidur dan kecurangan, keduanya memiliki paralelisme dalam persepsi dan realitas. Kecurangan dan tidur, keduanya dikelilingi oleh penyangkalan dan kesalahpahaman. Dalam kedua kasus tersebut, kita sering kali buta terhadap proses yang sebenarnya terjadi dan hanya fokus pada hasil akhirnya, yang bisa jadi menyesatkan atau tidak mencerminkan kebenaran yang seutuhnya.

Dengan memahami hubungan ini, kita mungkin bisa mengambil pelajaran bahwa kejujuran dan transparansi adalah kunci, tidak hanya di arena pertandingan tapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin dengan cara ini, kita dapat membangun masyarakat yang lebih adil dan tempat di mana tidur tidak hanya dianggap sebagai pelarian, tetapi juga sebagai keadaan yang memberikan kepuasan dan pemulihan yang sejati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun