Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pergulatan Identitas dalam Peringatan Hari Kartini

21 April 2024   06:00 Diperbarui: 21 April 2024   06:23 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pilot pesawat tempur perempuan pertama di Indonesia: Letda Pnb Ajeng Tresna Dwi Jayanti. (https://jambi.tribunnews.com)

Kartini adalah "brand"? Hari Kartini merupakan "branding"?

Komodifikasi Sejarah dan Warisan Kartini

Dalam era globalisasi dan konsumerisme yang melanda hampir setiap aspek kehidupan masyarakat, status Kartini sebagai "brand" dan Hari Kartini sebagai "branding" mencerminkan sebuah fenomena yang lebih luas, yaitu komodifikasi sosok historis dan hari peringatan. Kartini, yang dikenal sebagai pahlawan emansipasi wanita Indonesia, kini mungkin tidak hanya dikenang untuk kontribusi nyatanya terhadap perubahan sosial, tetapi juga sebagai ikon yang mudah dikemas, dipromosikan, dan dijual dalam bentuk berbagai produk dan kegiatan komersial.

Kritik ini tidak sepenuhnya menafikan nilai positif dari mempopulerkan Kartini. Memang, membawa sosok seperti Kartini ke dalam kesadaran publik bisa membantu menginspirasi generasi baru tentang pentingnya kesetaraan gender dan pendidikan. Namun, ketika fokus utama bergeser dari menghormati dan memahami nilai-nilai yang dia perjuangkan menjadi bagaimana menjadikan peringatannya sebagai alat pemasaran, kita harus bertanya apakah kita telah melenceng dari esensi sebenarnya.

Penggunaan Kartini sebagai "brand" bisa dimengerti dalam konteks pasar yang serba cepat dan berorientasi hasil. Namun, hal ini sering kali memudarkan garis antara eksploitasi komersial dan penghormatan yang tulus. Dalam konteks komersial, Kartini dijadikan simbol yang serba bisa untuk menjual segala sesuatu mulai dari barang konsumsi hingga slogan-slogan korporat. Ini menimbulkan pertanyaan kritis: apakah kita mengurangi kekuatan perjuangan Kartini dengan mengurangi sosoknya menjadi hanya sebuah alat pemasaran?

Adalah penting untuk mengkritisi bagaimana sejarah dan warisan sosok seperti Kartini dikelola dan dipresentasikan dalam masyarakat. Jika tidak, kita mungkin akan kehilangan kesempatan untuk benar-benar memahami dan melanjutkan perjuangan yang mereka mulai. Kita harus berhati-hati untuk tidak membiarkan nilai historis dan pentingnya pengorbanan Kartini hilang dalam kebisingan pemasaran dan keseragaman global yang tanpa wajah.

Menjaga Integritas Warisan dalam Masyarakat Modern

Menghadapi tantangan menjaga integritas warisan Kartini dalam konteks masyarakat modern adalah tugas yang rumit namun penting. Dalam masyarakat yang kian menghargai simbolisme atas substansi, penting bagi kita untuk mengembalikan fokus pada nilai-nilai asli yang diperjuangkan Kartini, yakni emansipasi, pendidikan, dan pemberdayaan wanita. Memang, mengingat dan merayakan Hari Kartini setiap tahun adalah penting, tetapi perayaan itu harus melampaui sekadar simbolisme kosong.

Salah satu cara untuk menghormati warisan Kartini adalah melalui pendidikan dan inklusi kurikulum yang memperdalam pemahaman tentang sejarah dan perjuangan wanita. Bukan hanya mengenali Kartini sebagai tokoh perempuan yang berjuang demi kesetaraan, tetapi juga mengerti konteks sosial dan tantangan yang dia hadapi. Pendidikan jenis ini dapat membantu menginspirasi pemahaman yang lebih dalam dan tindakan nyata terhadap isu-isu kesetaraan gender di Indonesia.

Selain itu, masyarakat sipil, pemerintah, dan organisasi non-pemerintah harus bekerja sama untuk memastikan bahwa peringatan Hari Kartini benar-benar mencerminkan komitmen terhadap kemajuan perempuan. Ini bisa mencakup kampanye kesadaran yang mempromosikan perubahan sosial dan ekonomi, serta kebijakan yang mendukung pendidikan dan pemberdayaan wanita di semua tingkat masyarakat.

Kita juga perlu kritis terhadap komersialisasi peringatan dan tokoh historis. Meskipun pemasaran bisa meningkatkan kesadaran, harus ada batas yang jelas antara memanfaatkan sejarah untuk keuntungan dan merayakan warisan dengan cara yang menghormati dan edukatif. Ini berarti mengevaluasi kembali bagaimana produk dan pesan dibentuk dan disampaikan kepada publik, dengan memastikan bahwa mereka mempertahankan integritas dan menghormati esensi sejarah yang mereka wakili.

Akhirnya, menjaga warisan Kartini dalam konteks modern bukan hanya tentang menghindari komersialisasi, tetapi juga tentang mengaktifkan nilai-nilai yang dia perjuangkan dalam kehidupan sehari-hari kita. Dengan cara ini, Kartini tidak hanya diingat sebagai wajah dalam buku sejarah atau alat pemasaran, tetapi sebagai sumber inspirasi yang terus mendorong perubahan positif.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun