Di sebuah pondok pesantren di pinggiran kota, hiduplah seorang santri yang namanya telah legendaris karena kecerdikannya sekaligus kenakalannya, Abu Nawas. Di antara para santri, Abu Nawas dikenal sebagai sosok yang tak hanya cerdas tapi juga suka menjahili teman-temannya, bahkan terkadang para pengasuh pondok pun tak luput dari kenakalannya.
Pada suatu hari, ketika matahari telah tinggi menandakan waktu Dhuhur tiba, para santri bergegas menuju tempat wudhu untuk membersihkan diri sebelum melaksanakan salat berjamaah. Abu Nawas, dengan langkah santainya, juga ikut berwudhu bersama teman-temannya.
Namun, di tengah kesibukan itu, sebuah kejadian tak terduga terjadi. Abu Nawas, yang sedang asyik berwudhu, tiba-tiba mengeluarkan suara kentut. Sejenak, keheningan menyelimuti, sebelum akhirnya beberapa temannya berkomentar bahwa Abu Nawas harus memulai wudhunya dari awal lagi. Namun, dengan santainya, Abu Nawas hanya tersenyum dan melanjutkan wudhunya tanpa mengulangi dari awal.
Setelah shalat berjamaah selesai, tidak butuh waktu lama bagi kabar tentang kejadian di tempat wudhu itu menyebar ke seluruh penjuru pondok, hingga akhirnya sampai juga ke telinga Pak Kyai, pengasuh pondok pesantren. Dengan rasa ingin tahu, Pak Kyai memanggil Abu Nawas untuk dimintai penjelasan.
"Mengapa kamu tidak memulai wudhu dari awal setelah kentut?" tanya Pak Kyai dengan nada penasaran.
Dengan wajah polos, Abu Nawas menjawab, "Karena, Pak Kyai, kentut itu membatalkan wudhu. Padahal, saya belum punya wudhu saat itu, jadi saya pikir saya bisa melanjutkan saja."
Jawaban Abu Nawas membuat Pak Kyai sejenak terdiam, kemudian dengan geram menjewer kuping Abu Nawas, "Kalau begitu, kamu seharusnya selesaikan wudhu dan kembali wudhu dari awal!"
Namun, dengan wajah tak bersalah, Abu Nawas berkata, "Wah, itu malah salah dan sulit, Pak Kyai. Berarti saya harus kentut lagi ketika selesai wudhu. Itu sulit dan bahaya. Dan juga buang-buang air, Pak Kyai, itu pemborosan. Pemboros itu temannya setan."
Pak Kyai semakin geram mendengar logika Abu Nawas yang terkesan mengada-ada. "Bukan begitu, Abu Nawas! Jika kamu punya pemikiran seperti itu, sebaiknya kamu mulai dari awal agar tidak ada keraguan. Orang yang ragu-ragu itu mudah dipengaruhi setan. Kamu sekarang wudhu lagi dan salat lagi," tegas Pak Kyai.
"Baiklah, Pak Kyai," jawab Abu Nawas, akhirnya menyerah.