Di tepi zaman, aku berdiri, memandang langit yang satu,
Dalam dekapan bumi, di bawah payung galaksi yang sama,
Tiada lomba, tiada juara, hanya nyanyian angin lalu,
"Kita adalah satu," bisik semesta, dalam desahnya yang lembut.
Dalam syair yang lahir dari tanah kelahiran,
"Kita bersaudara," suara dari hati yang merdeka,
Dari pena yang lain, "Di ruang ini, di waktu ini,"
Bukan pertarungan, bukan kepura-puraan yang hampa.
"Kau, aku, mereka," kata-kata yang merajuk,
Menari dalam puisi, mengalun dalam suara hati,
Bukan superioritas, bukan pengalaman yang termaktub,
Tapi kebersamaan dalam perjalanan tak terhingga ini.
Kisah manusia, kisah kita, bukan sekedar narasi,
Lebih dari itu, sebuah perjalanan yang saling melengkapi,
Dalam setiap napas, dalam setiap langkah yang berarti,
Kita bermain dalam tarian alam semesta, yang tak pernah mati.
Di sini, di tempat ini, kita berbagi cerita,
Bukan untuk menang, bukan untuk kalah,
Tapi untuk menyadari, dalam setiap detik yang berharga,
Bahwa kita adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar.
Malang, 30 Januari 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H