Di planet Etikosia, sebuah galaksi di mana dokumen-dokumen kenegaraan berbicara dan berjalan-jalan, terjadi sebuah krisis moral yang unik. Di planet ini, bukan hanya manusia yang bisa korupsi, tetapi dokumen-dokumen kenegaraan pun bisa! Ya, dokumen-dokumen ini berjalan di sekitar, berbisik-bisik satu sama lain, dan kadang-kadang bahkan melakukan tindakan korupsi dengan mencuri kata-kata dari halaman lain!
Krisis ini mencapai puncaknya ketika Mahkamah Kasak-Kusuk (MKK) Etikosia, yang terdiri dari tujuh hakim berbentuk buku besar, mengalami penurunan kepercayaan publik. Buku-buku ini, dengan judul-judul yang sangat serius seperti "Hukum dan Ketertiban" atau "Keadilan untuk Semua," sering tertangkap sedang bergosip dan mengubah halaman-halamannya secara sembunyi-sembunyi.
Seorang mantan hakim MKK, yang sekarang adalah sebuah lemari arsip tua, mengirim pesan kepada saya, seorang reporter dari Galaksi Jurnalisme. Pesannya dikirim melalui serangkaian post-it yang melekat pada punggungnya. Dia mengingatkan tentang risiko kelembagaan MKK yang sedang mengadili sengketa Pemilu 2042.
Kemudian, dalam sebuah kejadian yang sangat absurd, MKK mengubah aturan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden dengan menambahkan klausul bahwa calon harus pernah menjadi karakter dalam sebuah novel fiksi politik. Keputusan ini secara ajaib memungkinkan Wali Kota Puertoricuh, Ardalion (nama Rusia yang berarti 'panci air'), yang kebetulan adalah karakter utama dalam novel "The Charismatic Mayor," menjadi calon wapres!
Ketua MKK, Lukyan (nama Rusia yang berarti 'lampu'), sebuah buku hukum tebal dengan sampul yang berdebu, dituduh melanggar etik dan akhirnya diubah menjadi majalah hiburan tanpa palu sidang. Dia tetap bertahan di MKK, tetapi sekarang hanya bisa membahas skandal selebriti dan gosip.
Sementara itu, di Etikosia, wacana tentang etik menjadi topik yang panas. Seorang warga Etikosia yang menemukan kata "etik" dalam sebuah artikel berita langsung menjadi selebritas selama seminggu. Ketua MKK Lukyan, sekarang sebagai majalah hiburan, menjadi sangat populer di kalangan remaja yang mencari tips mode dan gosip terbaru.
Namun, di balik semua ini, warga Etikosia mulai menyadari bahwa mereka telah kehilangan "budaya malu." Koruptor, yang sekarang adalah surat kabar yang terbakar, bisa dimakamkan di Taman Makam Pahlawan dengan upacara yang meriah.
Di Etikosia, etika politik dan pemerintahan telah berubah menjadi tarian yang ironis. Pemimpin yang harusnya jujur dan amanah sekarang lebih sibuk dengan pencitraan dan kebohongan publik. Malahan, kini menjadi tren bagi mereka untuk berpura-pura menjadi karakter fiksi agar bisa naik jabatan.
Dalam etika penegakan hukum, Majelis Pohon Raksasa (MPR) Etikosia, yang merupakan kumpulan ensiklopedia hukum yang berbicara, menyatakan bahwa hukum harus adil dan tidak diskriminatif. Namun, kenyataannya, politik telah menjadi panglima dan hukum hanya menjadi alat untuk kepentingan tertentu.
Di tengah kekacauan ini, warga Etikosia mulai menyadari bahwa mereka perlu kembali ke dasar-dasar etika dan moralitas dalam bernegara. Mereka mulai membaca kembali dokumen-dokumen kenegaraan yang sebenarnya, bukan yang berjalan-jalan atau bergosip, untuk mencari inspirasi dan panduan dalam menghadapi krisis moral yang melanda planet mereka.
Dan begitulah, di planet Etikosia, pencarian akan etika dalam dokumen kenegaraan berubah menjadi sebuah perjalanan yang absurd, penuh warna, dan terkadang konyol, namun pada akhirnya membawa kesadaran akan pentingnya kembali ke nilai-nilai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara.