Penulis yang baik tidak perlu tahu siapa pembaca tulisannya. Sebaliknya, pembaca yang baik harus tahu siapa penulis tulisan yang dibacanya.
Seorang penulis sejatinya akan merasa senang jika tulisannya dibaca, walaupun dia tidak mengetahui siapa saja yang membaca tulisannya, tetapi pembaca yang baik adalah yang mengenal penulisnya dengan baik.
Kelahiran pembaca adalah juga kematian penulis. Pun demikian sebaliknya, kelahiran penulis baru, diawali oleh kematian pembaca. Demikian pandangan posstrukturalisme.
Relasi Antara Penulis dan Pembaca
Dalam kanvas literatur dan dunia humaniora, hubungan antara penulis dan pembaca merupakan subjek yang kompleks dan sering kali paradoksal.Â
Pernyataan bahwa "penulis yang baik tidak perlu tahu siapa pembaca tulisannya" menggambarkan sebuah idealisme dalam penciptaan karya sastra atau tulisan di mana penulis merangkai kata-kata secara autentik, tanpa dibebani oleh ekspektasi atau preferensi pembaca spesifik.Â
Dalam konteks ini, kebebasan ekspresi penulis menjadi puncak kepentingan, memungkinkan penulis untuk mengeksplorasi ide-ide, emosi, dan pandangan dunia mereka dengan jujur dan tak terhalang.
Di sisi lain, anggapan bahwa "pembaca yang baik harus tahu siapa penulis tulisan yang dibacanya" membawa kita ke wilayah apresiasi sastra dan konteksualisasi.Â
Pembaca yang terinformasi, yang memahami latar belakang, era, dan pengaruh sosial-politik yang membentuk karya penulis, cenderung memiliki pemahaman yang lebih dalam dan kritis terhadap teks.Â
Pengetahuan ini memungkinkan pembaca untuk menangkap nuansa, ironi, dan kritik yang mungkin tertanam dalam karya tersebut.
Konsep "kelahiran pembaca adalah juga kematian penulis" mencerminkan pandangan posstrukturalis yang menekankan interpretasi teks tidak hanya bergantung pada niat penulis, tetapi juga pada interaksi pembaca dengan teks tersebut.Â