Konteks Budaya dan Komunikasi Politik
Ucapan "ndasmu etik" oleh Prabowo Subianto dalam Rapat Koordinasi Nasional Partai Gerindra telah menimbulkan perdebatan hangat di kalangan publik Indonesia.Â
Dalam memahami fenomena ini, penting untuk meninjau konteks budaya Jawa dan dinamika komunikasi politik yang berlaku.
Pertama, dalam konteks budaya Jawa, terdapat tingkatan bahasa yang mencerminkan hubungan sosial antarindividu.Â
Kata "ndas", yang berarti kepala, dalam bahasa Jawa tergolong dalam tingkatan "ngoko", atau bahasa yang kurang halus, biasanya digunakan antar teman sebaya atau dalam konteks yang lebih santai dan akrab.Â
Dalam konteks ini, Prabowo, sebagai tokoh senior, menggunakan kata "ndasmu etik" dalam setting internal partai, yang bisa dilihat sebagai ekspresi keakraban, meskipun terkesan kasar.
Kedua, komunikasi politik sering kali diwarnai oleh retorika yang berbeda dari komunikasi sehari-hari.Â
Dalam dunia politik, kata-kata sering kali dimuat dengan makna strategis dan simbolis.Â
Ucapan Prabowo mungkin dimaksudkan sebagai lelucon atau sindiran ringan, namun karena konteksnya yang politis, interpretasinya menjadi kompleks.
Reaksi publik terhadap ucapan Prabowo ini cukup beragam. Sebagian melihatnya sebagai bentuk humor yang tak perlu dibesar-besarkan, sementara yang lain melihatnya sebagai contoh dari penggunaan bahasa yang tidak tepat oleh seorang calon presiden.
Perbedaan interpretasi ini menggambarkan keragaman pandangan masyarakat terhadap norma-norma komunikasi, terutama dalam konteks politik.