Ketika Tikus Bertutur Kebijakan
Dalam sebuah negeri yang tidak terlalu jauh dari imajinasi, kita menemukan seorang tikus berjas yang elok, dengan dasi yang terikat sempurna, dan tas kulit yang mungkin saja berisi rahasia negara atau sekadar keju impor.Â
Dia berdiri gagah (setinggi lutut kita), menghadap seorang pria yang tampak santai dengan kopi di tangannya, simbol dari rakyat yang sederhana namun berharap.
Percakapan mereka, yang kita bayangkan dalam balon kata kosong, bisa jadi adalah diskusi tentang pengelolaan negara yang terkadang absurd.Â
Tikus berjas itu mungkin saja berkata, "Kami telah memutuskan untuk membangun sebuah labirin baru, yang lebih kompleks untuk meningkatkan efisiensi." Tentu saja, yang dimaksud 'efisiensi' adalah efisiensi dalam membuat rakyat bingung.
Sang pria, dengan senyum yang mungkin mengandung sedikit keletihan, mungkin akan merespon, "Oh, sungguh? Dan apakah labirin itu untuk kami atau untuk kalian sendiri? Karena yang terakhir kali kalian bangun, hanya kalian yang bisa menemukan jalan keluar."
Ini adalah metafora sarkastik tentang bagaimana kebijakan pemerintah sering kali terasa seperti labirin yang rumit bagi rakyatnya.Â
Tikus berjas, dengan semua atribut formal dan kemegahan birokrasinya, mungkin saja hanya berputar-putar dalam labirin kebijakan tanpa benar-benar menemukan jalan keluar yang efektif untuk masalah yang dihadapi rakyat.
Kopi di tangan sang pria mungkin saja menjadi simbol kesabaran rakyat yang tiada henti, menunggu dan menonton sambil sesekali menyeduh harapan, yang seperti kopi, kadang pahit kadang manis.
Sang tikus mungkin akan melanjutkan, "Kami juga telah mengalokasikan dana yang besar untuk proyek keju nasional," sebuah sindiran tentang bagaimana seringkali dana negara dihabiskan untuk proyek-proyek yang manfaatnya tidak selalu jelas bagi rakyat.