Yang sering kita pahami bahwa kalimat aktif yang diubah menjadi kalimat pasif tetap memiliki arti yang sama.
1. "Budi memakan nasi" (kalimat aktif)
2. "Nasi dimakan Budi" (kalimat pasif)Tetapi, siswa kritis mengartikan dua kalimat tersebut berbeda dengan mengajukan pertanyaan:
1. Kapan Budi memakan Nasi?
2. Mengapa nasi dimakan Budi?
Pemikiran tentang perbedaan interpretasi antara kalimat aktif dan pasif dalam bahasa Indonesia sangat menarik.
Memang, secara struktural kedua kalimat tersebut memiliki arti yang sama, yaitu menyampaikan fakta bahwa Budi memakan nasi. Namun, perubahan dari aktif ke pasif memang bisa memunculkan fokus dan nuansa yang berbeda.
1. "Budi memakan nasi" (kalimat aktif): Kalimat ini menekankan subjeknya, yaitu Budi. Ini menyiratkan bahwa perhatian utama adalah pada aksi yang dilakukan oleh Budi. Pertanyaan "Kapan Budi memakan nasi?" menyoroti waktu kejadian, yang sejalan dengan fokus pada subjek (Budi) dan aksinya.
2. "Nasi dimakan Budi" (kalimat pasif): Di sini, fokus beralih ke objek, yaitu nasi. Ini bisa menimbulkan interpretasi bahwa nasi adalah elemen penting dalam kalimat ini. Pertanyaan "Mengapa nasi dimakan Budi?" mengarahkan perhatian pada alasan nasi itu dimakan, yang mungkin tidak begitu diutamakan dalam struktur kalimat aktif.
Walaupun secara gramatikal kedua kalimat tersebut memiliki arti yang sama, pergeseran fokus dari subjek ke objek dalam kalimat pasif bisa memunculkan pertanyaan dan interpretasi yang berbeda. Ini menunjukkan kekayaan dan kompleksitas bahasa dalam menyampaikan nuansa makna.
Konsep "siswa kritis" dalam pemikiran ini, yang mampu menangkap nuansa ini, sebenarnya adalah wujud ideal dari pemikiran kritis dalam pembelajaran bahasa.