Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ketika Prestasi Tidak Mendapat Respons yang Pantas

29 September 2023   20:50 Diperbarui: 29 September 2023   21:03 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Robert Cheaib from Pixabay

Ketika kabar kematian mengetuk pintu hati kita melalui pesan singkat di grup WhatsApp, reaksi kita serentak, cepat, dan mendalam. Ada perasaan duka yang merasuk, membuat kita berhenti sejenak dari kesibukan, dan berbagi simpati. Semua tahu bagaimana rasanya kehilangan; kita semua pernah merasakannya. Rasa kehilangan menghubungkan kita semua dalam belaian kesedihan yang universal.


Namun, ada cerita lain yang sering terabaikan.

Sebagai guru di sebuah SMA di Kota Malang, saya menyaksikan banyak perjalanan hidup anak didik saya. Saat mereka berjuang, saya berjuang bersama mereka. Saat mereka jatuh, saya merasakan sakitnya. Dan saat mereka meraih prestasi, saya merayakan bersama mereka. Jadi, ketika kabar tentang prestasi anak didik saya muncul di grup yang sama, saya menunggu. Menunggu gema kebahagiaan yang sama dari kolega saya. Tapi yang saya dengar hanyalah bisikan-bisikan sepi.

Hanya lima suara yang terdengar. Lima dari empat puluh satu.

Mengapa perbedaan reaksi ini begitu mencolok? Apakah kematian lebih berharga daripada prestasi? Ataukah prestasi terlalu remeh untuk diapresiasi?

Kita semua tahu betapa sulitnya meraih prestasi. Setiap prestasi adalah cerita perjuangan, pengorbanan, air mata, dan keringat. Prestasi adalah bukti determinasi dan dedikasi seseorang. Sebagai guru, saya melihat bagaimana anak-anak saya mengatasi rintangan, menghadapi ketakutan, dan terus bergerak maju meski kadang merasa ingin menyerah. Setiap prestasi adalah kemenangan kecil dalam pertempuran panjang yang mereka hadapi.

Mungkin, di mata beberapa orang, prestasi hanyalah capaian rutin. Mungkin mereka merasa tidak perlu merespons karena prestasi adalah sesuatu yang "seharusnya" diraih. Atau mungkin, ada perasaan cemburu atau ancaman yang muncul, membuat mereka memilih untuk diam. Apapun alasannya, ketidakpedulian ini menciptakan luka yang mendalam.

Saat kita merayakan kematian dengan empati dan simpati, kita mengakui nilai kehidupan. Tetapi saat kita mengabaikan prestasi, kita mengabaikan usaha dan perjuangan yang telah dilalui untuk mencapainya. Dengan tidak memberikan apresiasi, kita seolah mengirimkan pesan bahwa prestasi itu tidak penting, bahwa perjuangan mereka sia-sia.

Sebagai guru, hati saya hancur melihat bagaimana upaya keras anak didik saya tidak mendapatkan pengakuan yang pantas. Mereka layak mendapatkan tepuk tangan, ucapan selamat, dan doa baik. Mereka layak mendapatkan pengakuan atas setiap langkah yang telah mereka tempuh.

Sebagai kolega, saya merasa kecewa. Kecewa karena kita seharusnya menjadi satu tim, saling mendukung dan menghargai satu sama lain. Kecewa karena kita seharusnya menjadi contoh bagi anak didik kita, menunjukkan kepada mereka bagaimana menghargai dan mengapresiasi usaha orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun