dilema: memilih antara kereta api atau pesawat sebagai moda transportasi.
Sebagai seorang akademisi yang sering menerima undangan untuk memberikan kuliah tamu, menghadiri konferensi, atau mengikuti diskusi panel di berbagai kota di Indonesia, saya selalu dihadapkan padaIndonesia dengan gugusan pulaunya yang indah menghadirkan tantangan tersendiri dalam hal transportasi. Dalam keadaan tertentu, saya terpaksa melakukan perjalanan udara, khususnya bila titik akhir kedatangan saya terletak di daratan yang berbeda dari tempat tinggal saya. Namun, untuk perjalanan antar kota dalam satu pulau, kereta api menjadi pilihan yang menarik.
Saya teringat artikel tentang perjalanan kereta api di Perancis yang saya baca beberapa waktu lalu. Kereta api memegang peranan penting dalam sistem transportasi Perancis karena merupakan bagian integral dari janji negara tersebut untuk mengurangi emisi karbon. Tentu saja Indonesia dan Perancis mempunyai konteks yang berbeda. Meski demikian, beberapa refleksi dari artikel tersebut menarik untuk diadaptasi dalam konteks Indonesia.
Saat saya memilih kereta, salah satu alasan utamanya adalah untuk menikmati pemandangan alam yang menawan. Dari kereta, saya bisa menyaksikan indahnya persawahan yang luas, gunung-gunung yang menjulang tinggi, serta kota-kota kecil yang menyimpan cerita tersendiri. Seringkali saya terpikat oleh hiruk pikuk stasiun kecil dan bertukar cerita singkat dengan sesama penumpang.
Namun kereta api di Indonesia memang memiliki tantangan. Perpanjangan mungkin terbukti menjadi kesulitan pada saat-saat tertentu, terutama ketika saya terikat oleh jadwal yang ketat. Selain itu, fasilitas di beberapa kereta mungkin belum memenuhi standar internasional. Meski begitu, kereta api memberi saya pengalaman autentik, sebuah perjalanan yang memungkinkan saya berefleksi, membaca, atau bahkan menulis.
Di sisi lain, pesawat terbang menawarkan kecepatan. Dalam hitungan jam, saya sudah bisa sampai di kota tujuan dan memulai aktivitas. Namun, pesawat terbang juga mempunyai dampak lingkungan yang lebih besar. Setiap kali memilih untuk melakukan perjalanan melalui transportasi udara, seseorang pasti akan merasa bersalah, mengingat dampak yang tidak dapat disangkal dari pesawat terbang terhadap lingkungan, khususnya sehubungan dengan krisis pemanasan global.
Namun, memilih penerbangan terkadang tidak dapat dihindari, terutama ketika jarak dan waktu menjadi pertimbangan utama. Apalagi kehadiran bandara di banyak kota besar di Indonesia memudahkan akses dan mobilitas.
Saya sering bertanya-tanya, apa yang bisa dilakukan Indonesia untuk mengembangkan infrastruktur perkeretaapian? Bisakah kereta api suatu hari nanti menjadi pilihan yang disukai banyak orang, bukan hanya karena pertimbangan biaya, namun juga karena efisiensi dan komitmen terhadap lingkungan?
Dalam refleksi ini, saya menyadari bahwa pilihan antara kereta api dan pesawat bukan sekedar keputusan logistik. Hal ini mencerminkan nilai-nilai yang kita pegang: kecepatan versus kesenangan perjalanan, efisiensi versus pengalaman, dan komitmen pribadi versus kebutuhan praktis.
Saya sebagai akademisi berharap kebijakan transportasi di Indonesia semakin memperhatikan aspek-aspek tersebut. Sehingga suatu saat, ketika saya menghadapi dilema ini lagi, saya dapat membuat pilihan yang lebih percaya diri, tidak hanya berdasarkan pada kebutuhan tetapi juga pada keyakinan.
Singkatnya, saya percaya bahwa semakin banyak orang yang mempertimbangkan dampak pilihan transit mereka terhadap ekosistem. Semoga kita semua, di masa depan, melakukan perjalanan dengan cara yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan.