Salah seorang menteri idola saya dalam kabinet kerja Jokowi -JK adalah pak Jonan, menteri yang memiliki prestasi membanggakan dalam mengurus carut -marut kereta api di indonesia sebelum menjadi menteri perhubungan. Masalah kereta api yang kumuh, dengan penumpang bergelantungan tanpa memperhatikan keselamatan disulapnya menjadi nyaman, aman dan menjadi pilihan warga ibukota. Upaya mengubah sistem perkereta apian bukannya tanpa hambatan, Pak Jonan siap pasang badan untuk menjalankan misinya, demo-demo warga dan mental pengguna kereta yang tak siap berubah dihadapinya. Sikap pekerja keras dan talenta kepemimpinan yang dimilikinya membuatnya sukses  melakukan perubahan. Atas prestasinya ini, tentu kita menaruh harapan besar terhadap tugas barunya sebagai menteri perhubungan dengan tantangan yang lebih besar. Kasus kecelakaan  transportasi yang tinggi di darat, laut dan udara setiap tahunnya menjadi tantangan sebagai menteri perhubungan. Baru berapa lama menjabat, sudah teruji dengan jatuhnya pesawat air asia di laut jawa. Dari investigasi awal yang dilakukan, ditemukan sejumlah pelanggaran dari maskapai dan pihak terkait yang membuat pak Jonan berang. Ada banyak perubahan yang harus dilakukan, keselamatan penerbangan adalah  hal penting yang tidak boleh disepelekan. [caption id="" align="aligncenter" width="536" caption="Metromini"][/caption] Namun dalam menindak lanjuti pelanggaran maskapai ini, sepertinya Pak Jonan sangat terburu-buru dalam mengambil kesimpulan dan menjustifikasi solusi keselamatan penerbangan dengan menetapkan batas bawah tarif penerbangan. Hal ini sudah mendapat kritik dari berbagai pihak. Asumsi yang dibangun adalah bahwa ketatnya persaingan harga maskapai telah mengorbankan aspek maintenance dan keselamatan penumpang, sehingga perlu membatasi harga pada batas bawah. Logika ini sama dengan ketatnya persaingan didunia industri yang akhirnya akan mengorbankan man hour dari buruh sehingga pemerintah perlu menetapkan upah minimum regional agar buruh tidak menjadi korban dari ketatnya persaingan bisnis. Perlu digarisbawahi bahwa pentingnya maintenance itu belum menjadi kesadaran pada masyarakat kita, baik sebagai pribadi maupun dalam dunia bisnis apalagi prediktive maintenance. Masyarakat kita belum terbiasa antisipatif terhadap masalah yang dihadapinya. Pergantian suku cadang kebanyakan dilakukan setelah terjadi kegagalan. Padahal dalam dunia penerbangan, prediktive  maintenance  adalah salah satu kunci untuk keselamatan penerbangan. Jadi ini sebenarnya terkait budaya yang harus didorong oleh pemerintah lewat regulasi. Aspek biaya bukanlah faktor utama, tetapi yang diperlukan kesungguhan dan perhatian dari pengusaha yang hanya bisa dibangun dengan regulasi yang ketat dari pemerintah. Secara sederhana mari kita perhatikan pada kasus metromini, apakah ketidaklayakan metromini disebabkan oleh rendahnya biaya mantainence? saya kira tidak. dalam setiap kenaikan BBM, pengusaha angkot selalu memasukkan aspek harga suku cadang yang tinggi dalam penetapan tarif angkutan, namun faktanya tidak terlihat adanya upaya untuk menjaga kelayakan kendaraan karena tidak adanya regulasi yang ketat dari pemerintah. Jangan pernah berharap pengusaha akan sadar untuk memperhatikan emisi gas buang kendaraannya jika tak ada regulasi yang ketat dari pemerintah. Jadi yang dibutuhkan adalah ketegasan dan kesungguhan menjalankan regulasi dan inspeksi dari kementerian perhubungan pada maskapai. Regulasi yang ketat menjadi wadah membentuk kesadaran para pelaku bisnis maskapai untuk tidak menyepelekan keselamatan dan prediktive mantainance. Pak Jonan belajarlah pada metromini. Pak Jonan, kami menanti ketegasanmu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI