Saya bergegas menuju tempat temu kangen yang telah di tentukan. Temu kangen dengan kawan sekolah selalu menjadi penting buatku, salah satu yang mebuatnya penting adalah menjadi mesin waktu untukku. Temu kangen mengantarku untuk memasuki lorong- lorong waktu ke beberapa terminal dalam hidup. Lalu kemudian mempertegas sejarah hidup, dan sejarah hidup adalah catatan terbaik untuk menatap masa depan yang lebih baik.Seorang kawan entah kapan dan dimana mengatakan begitu kepadaku.. Lumrahnya sebuah temu kangen berisi kisah bahagia tentang kesuksesan, keluarga atau paling tidak berbagi pengalaman yang lucu dan menyenangkan di waktu lalu. Namun temu kangen kali ini punya sesuatu yang berbeda. Kali ini betul - betul berkesan dan penuh arti karena kedatangan seorang kawan dengan kondisi menyedihkan. Seorang kawan yang dulu ceria dan humoris sehingga dikenal oleh hampir seluruh teman satu sekolahan tampil dalam keadaan yang miris. Dia bicara tersendat-sendat sulit menyambung kata demi kata untuk menjadi satu kalimat, kadang juga pernyataannya out of contest. Kulitnya rusak, bintik- bintik hitam seperti hangus. Waktu saya tiba, kebetulan terlambat, saya hampir saja tak mengenalinya untungnya dia punya ciri khas yang cepat kukenali. Melihat kondisinya seperti itu, hati kecil saya berbisik, ada apa denganmu kawan!. Saat kami mulai berbagi cerita tentang ini dan itu, kawan ini pun menceritakan kisahnya setelah tamat sekolah 16 tahun yang lalu. "Dia dan beberapa kawan yang lain ke Bandung setelah tamat sekolah, disana dia mulai kenal narkoba sampai ke level berat, tukar menukar alat suntik dan akhirnya terkena virus HIV. Dua orang kawan yang bersamanya ke Bandung tak tertolong karena tidak menceritakan sakit yang sama dideritanya kepada orang tuanya. Saya sungguh kaget, separah itukah? saya hampir tak percaya, 16 tahun sungguh masih seperti kemarin, ingatan tentang ruang kelas masih sangat jelas.. tapi ternyata adalah rentang yang panjang untuk mengubah alur hidup seseorang. Dan kau kawan, melewati alur yang berat untuk dijalani. Air mata saya hampir menetes mendengar kisahnya, sungguh malang nasibmu kawan, gumam saya dalam hati. [caption id="attachment_124817" align="aligncenter" width="300" caption="HIV+Warning"][/caption] Saya terdiam, tak sanggup berkomentar. Seorang kawan yang lain memberinya motivasi untuk tetap semangat menjalani hidup. Dia pun bercerita bahwa dia masih memiliki semangat hidup yang kuat, bahwa dia harus makan obat seumur hidup sehingga dia harus mencari nafkah. Dia juga berbagi bahwa syukur ibunya masih bisa mengerti dan bisa ditemani berbagi. Salah seorang kami bertanya jangan sampai obat yang seumur hidup harus dimakan itu adalah heroin, dia bilang sudah hampir 10 tahun berhenti. Dia sangat terharu ketika teman-teman memberi ala kadar-Nya untuk membeli obat, semoga kawan semua masuk surga katanya. Sepanjang perjalanan pulang aku merenung, sungguh banyak pelajaran yang bisa kupetik hari ini ya, Allah...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H