Catatan Perjalanan Ke Pesantren Husnayain Salulebbo Kab. Mamuju Tengah
Tujuan perjalanan saya ke pesantren Husnayain Salulebbo adalah untuk memasang panel surya untuk kebutuhan listrik masjid yang baru dibangun disana. Awalnya hanya bermaksud mengirim paket panel surya tersebut, karena disana sudah ada panel surya yang terpasang sebelumnya. Namun mereka belum pernah mencoba menggunakan listrik tenaga surya untuk menggerakkan pompa yang memakai arus AC. Ditambah lagi keinginan untuk menyaksikan langsung kondisi pesantren tersebut meneguhkan hati saya untuk memulai perjalanan ini. Dengan melihat langsung kondisi lapangan, kita bisa memetakan kebutuhan pesantren ini sesungguhnya.
Hari jumat pagi jam 08.00, saya tiba di workshop parewa teknik menjemput dua anggota tim ( Irwan fathar dan William), mengangkut panel surya dan seluruh perlengkapan instalasinya. setelah mengecek satu persatu list perlengkapan untuk memastikan tidak ada yang tertinggal kami meluncur menemui Ust. Galib Mas'ud, mengambil titipan dan mohon ijin untuk berangkat ke Mamuju. Sekitar jam 9.00 pagi, si putih avanza yang penuh debu karena habis dipakai melayat ke bone 1 hari sebelumnya tiba di Maros menjemput satu anggota tim (Akbar). Selanjutnya Si Putih pun meluncur menuju Salulebbo untuk menjalankan misi ini.Â
Menurut informasi, perjalanan ke kota Mamuju membutuhkan waktu sekitar 9 jam . Jadi jadwal perjalanan hari ini hanya sampai kota Mamuju. Istirahat satu malam dan pagi-pagi baru meluncur ke pesantren Husnayain  yang terletak di kab. Mamuju tengah Kec. Topoyo Desa Salulebbo. Saya mendapatkan informasi waktu tempuh dari Kota Mamuju ke Topoyo sekitar 3 jam dan masuk ke Desa Salulebbo sekitar 1 jam.  Pukul 11.30 kami memutuskan singgah makan siang sebelum sholat jumat, target saya untuk sholat jumat di Pare-pare tidak tercapai tapi di daerah Barru yang sudah dekat dengan Pare-Pare. Selesai sholat jumat si putih pun meluncur menyusuri pantai barat Sulawesi, melewati kota Pare-pare, Pinrang dan Polewali. Setelah melewati kota Polewali, di daerah Balanipa sekitar jam 4 sore saya mendapat telpon dari Pak Ilyas, teman yang akan memfasilitasi di kota Mamuju. Dia menginformasikan kalau perjalanan saya membutuhkan 4 jam lagi untuk sampai ke kota Mamuju. Hati saya sudah mulai ciut, badan sudah mulai pegal-pegal dan perjalanan masih jauh. Di kota Majene saya memutuskan singgah ngopi, perjalanan harus dinikmati pikir saya. Setelah itu kunci si putih saya serahkan ke William, meskipun sebenarnya masih sanggup, tapi konsentrasi sudah mulai menurun dan bisa membahayakan keselamatan. Si putih terus meluncur menyusuri tepi barat pulau sulawesi, pemandangan -pemandangan senja yang indah di beberapa spot menemani perjalanan kami disela -sela rasa lelah dan ngantuk. Meskipun beberapa kali ke kota Mamuju, tapi baru kali ini menggunakan mobil pribadi. Kalau memakai bus malam tidak tahu kalau majene itu ternyata punya pantai yang panjang dan indah. Kami singgah sholat magrib di daerah majenne entah di daerah mana. Kami melanjutkan perjalanan dengan harapan segera bisa masuk ke perbatasan Mamuju yang tak kunjung datang. Lama tak menemui pemukiman yang padat, saya mengira sudah Tapalang Mamuju, ternyata masih daerah majene yaitu Malunda . Di SPBU saya bertanya, kota Mamuju 52 km lagi... oh my god
Perjalanan terus dilanjutkan, satu- persatu personil tertidur termasuk saya ditemani jalanan yang semakin banyak berbelok dan mendaki. Hanya di daerah tapalang yang agak lurus setelah itu semakin berbelok seperti Camba, perutpun terkocok-kocok.... ini pertanda kota mamuju sudah semakin dekat, kami semakin tidak sabar untuk segera sampai dan istirahat. Akhirnya kami tiba sekitar jam 8 malam di rumah Pak Ilyas , sahabat lama dan seperjuangan waktu mahasiswa. Saya tak sungkan membawa anggota tim beristirahat di tempatnya karena pak Ilyas paham betul kerja-kerja kemanusiaan. Bahkan setelah sarjana, dia mengabdikan diri dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat. setelah mandi, kami mencari makan malam sekaligus menemui sahabat kecil saya yang kebetulan tugas di Mamuju. Ada beberapa teman yang ingin saya temui, tapi karena waktu yang terbatas saya hanya menemui satu orang. Pak Mansur, teman smp saya seperjuangan waktu kegiatan pramuka dulu. Terakhir bertemu waktu SMA itupun beda sekolah. Saya pun bernostalgia bersama, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam. Â Kami pun pulang istirahat untuk mempersiapkan perjalanan besok.
Pukul 4 subuh saya terbangun, mungkin karena kepanasan. Saya kaget dan mengira kesiangan, saya tidak menyangka bisa bangun cepat karena kondisi yang lelah. Untunglah....Saya senang sekali. Pak Ilyas mengajak saya ke mesjid yang tak jauh dari rumahnya. Saya berdoa semoga perjalanan hari ini dimudahkan dan misi kami bisa berhasil. Sambil sarapan saya berdiskusi dengan pak ilyas tentang wilayah yang saya mau kunjungi. Kebetulan wilayah kecamatan tobadak dan topoyo adalah daerah binaannya. Namun tidak sampai ke daerah salulebbo, bahkan belum pernah mendengar pesantren salulebbo. Pak Ilyas hanya sampai di Tobadak 2. Tim bergerak cepat mandi dan sarapan, mempersiapkan diri untuk perjalanan hari ini. Saya sangat beruntung karena Pak Ilyas menawarkan diri untuk menemani perjalanan kami. Dengan asumsi perjalanan sekitar 3-4 jam ke lokasi, kami bisa pulang sebelum magrib. Untuk bisa fit perjalanan ke Makassar besok, sebaiknya kami istirahat di kota Mamuju, jadi tidak bermalam di Pesantren Salulebbo. Semua anggota tim setuju, kita tidak membawa tas untuk perlengkapan menginap supaya niat untuk balik ke Mamuju bisa bulat.
Kami meluncur sekitar jam 7, saya menginformasikan ke ust. Musro bahwa saya sudah berangkat dan kemungkinan tiba di topoyo sekitar jam 9.30 pagi. Beliau menginformasikan akan dijemput di persimpangan benteng mangiwang tobadak sebelum Topoyo. Jarak dari kota Mamuju ke Topoyo sekitar 120 km. Saya berasumsi jika bisa tiba di benteng mangiwang sekitar jam 9 ditambah perjalanan ke dalam selama 1 jam maka kita bisa mulai action jam 10.00 atau paling lambat jam 10.30. Saya pernah ke daerah kalukku dan jalanan bagus dan cukup lurus, asumsi saya sampai ke daerah topoyo pun seperti itu. Tapi ternyata tidak seperti itu, setelah melewati kalukku, jalanan semakin banyak berbelok dan mendaki apalagi setelah melewati kota walet Tarailu. Jarak satu kecamatan -kecamatan yang lain seperti satu kabupaten di sulsel. Dengan kondisi jalan yang mendaki dan berbelok sulit sekali untuk bisa kencang. apalagi setelah masuk area sawit, banyak truk pengangkut sawit di jalanan. Semakin dekat ke tobadak terlihatlah hamparan sawit sejauh mata memandang. Pak Ilyas banyak menjelaskan tentang sosiologi masyarakat di daerah plasma sawit yang menjadi binaannya. Mamuju tengah menjadi gula ekonomi yang mengundang banyak pendatang dari berbagai daerah dan menjadikan mamuju berkembang menjadi multi kultur, ada transmigran bali, ada yang dari bugis, makassar, mamasa dan toraja. Multi suku dan multi agama. Masyarakat asli mamuju adalah masyarakat yang terbuka, welcome dengan pendatang sehingga memungkinkan Mamuju cepat tumbuh sebagai kawasan ekonomi baru di sulawesi.
Saya tiba di Benteng Mangiwang, Tobadak sekitar jam 10, molor satu jam dari perkiraan. Disana sudah menunggu ust. Arif yang akan memandu perjalanan kami menuju pesantren. Ust. Arif  menginformasikan kalau jarak ke pesantren sekitar 30 km yang akan ditempuh dengan waktu 1 jam dengan jalanan pengerasan. Namun ternyata setelah satu  jam melewati jalanan di sela-sela kebun sawit yang menyeramkan kami tak sampai -sampai. Dan masih juga ada tiang listrik pertanda perjalanan kami masih jauh. Bensin si putih tinggal 2 strip, saya bertanya ke pak ilyas ternyata itu baru tobadak 2. dari 8 kawasan. saya juga tidak tahu salulebbo itu di kawasan berapa. Sampai di Tobadak 4 saya bertambah khawatir, saya menelpon ust.Arif apakah perjalanan masih jauh karena kondisi bensin saya sudah mengkhawatirkan, perjalanan pun sudah 2 jam dari Benteng Mangiwang. Namun ternyata perjalanan memang sudah dekat berbelok ke kiri dari Tobadak 4 sekitar 1 km kami sudah menemukan sungai. Mobil harus parkir dan kita menyeberang dengan perahu.
Barang-barang diangkut ke perahu penyeberangan, termasuk motor yang dikendarai ust. Arif. Sungainya jernih dan tenang tapi ternyata arusnya deras juga. Di belakang sungai tampak gunung-gunung bejejer indah, hijau dan biru. Pesantren Husnayain terletak 200 meter dari bibir sungai. Saya disambut Hangat oleh Ust. Musro, Beliau adalah alumni pertama pesantren ini yang mewakafkan dirinya sebagai pengajar di pesantren Husnayain. Pesantren ini didirikan pada tahun 1997 oleh KH. Kholil Ridwan yang di fasilitasi oleh PT. Rante Mario yang mengelola HPH di daerah tersebut. Pimpinan pondok  adalah Ust. Galib Mas'ud. Sambil jalan Ust. Musro menjelaskan arti kata Husnayain yaitu 2 kebaikan. Saya langsung menangkap bahwa visi pesantren ini mendidik santrinya untuk sukses di dunia dan akhirat sehingga di bekali 2 kunci ilmu pengetahuan yaitu bahasa inggris dan bahasa arab. Pesantren ini harus berjuang untuk survive sampai ketitik nadir  ketika PT. Rante Mario berhenti beroperasi.