Mohon tunggu...
syahginaoktalia
syahginaoktalia Mohon Tunggu... Sales - Karyawan Swasta

Saya seorang mahasiswi di Universitas Indonesia Membangun Bandung. Jurusan yang saya ambil adalah Ilmu Komunikasi. Saya juga bekerja di salah satu perusahaan tekstil yang ada di Bandung. Saya tertarik untuk menulis artikel dan menyampaikan opini saya mengenai beberapa hal.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pendeta yang Menggunakan Barang Branded Dinilai Tidak Rendah Hati

16 Desember 2024   07:30 Diperbarui: 16 Desember 2024   14:01 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendeta merupakan pemimpin spiritual atau pemuka agama Kristen, yang tugasnya bertanggung jawab untuk membimbing jemaat dalam menjalani ajaran serta nilai-nilai dari kepercayaan yang dianut. Pendeta seringkali dianggap sebagai panutan yang harapannya bisa memiliki sikap yang mencerminkan kebijakan, kerendahan hati dan integritas. Sebagai penghubung pesan dari Tuhan, pendeta diharapkan dapat menginspirasi dan memberikan arahan kepada jemaat untuk menempuh jalan yang baik atau lurus, serta bisa menjadi teladan yang benar dalam kehidupan sehari-hari. 

Dalam praktiknya seringkali bermunculan pertanyaan mengenai bagaimana gaya hidup dan pilihan pendeta, terutama dalam penggunaan barang sehari-hari yang dikenal memiliki harga yang fantastis atau biasa disebut dalam kalangan masyarakat yaitu barang branded, yang bisa mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap mereka. Barang branded merujuk pada barang-barang yang berasal dari merek terkenal, yang diasosiasikan dengan status kehidupan sosial. Ketika seorang Pendeta memilih untuk menggunakan barang-barang ini, masyarakat seringkali menilai bahwa hal tersebut bertentangan dengan nilai kerendahan hati yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemuka agama.

 Hal tersebut mengacu pada penilaian yang dilakukan oleh masyarakat serta membuat opini publik yang bersifat subjektif dan dapat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya serta norma sosial yang berlaku. Bahkan masyarakat menilai, jika seorang pendeta mengenakan barang yang branded menampilkan sikap yang tidak mencerminkan kerendahan dan penghargaan terhadap orang lain. Mereka beranggapan perilaku tersebut adalah sebuah kontradiksi terhadap ajaran yang mereka sampaikan. 

Seperti yang pernah viral di twitter beberapa waktu lalu mengenai salah satu Pendeta beserta istrinya yang menggunakan barang branded, yaitu Pendeta Gilbert Lumoindong yang merupakan gembala sidang dari Gereja Bethel Indonesia Glow Fellowship Centre. Banyak masyarakat khususnya dari media sosial beranggapan bahwa seorang Pendeta tidak sepantasnya menggunakan barang-barang tersebut karena dinilai uang yang dihasilkan Pendeta merupakan uang jemaat dan dinilai seperti memiliki sifat tinggi hati atau sombong. Bahkan selain Pendeta Gilbert, banyak Pendeta di Indonesia juga yang dicari-cari kesalahannya dalam menggunakan sebuah barang yang dianggap barang branded oleh masyarakat di media sosial. 

Tetapi menurut penulis, opini seperti ini tidak sepatutnya dibenarkan secara langsung dengan menyetujui pernyataan tersebut. Penulis menganggap hal tersebut sangat berlebihan bahkan bisa dinilai ada kecemburuan sosial dari mengkritik seorang Pendeta yang menggunakan barang branded. Apakah benar kerendahan hati dinilai dari barang apa yang kita gunakan?, Apakah benar seorang Pendeta tidak layak menggunakan barang yang dianggap branded?. Penulis memiliki opini lain mengenai hal tersebut. 

Menjadi seorang Pendeta tentu tidak mudah bagi siapa pun di dunia ini, karena menjadi seorang Pendeta merupakan kerelaan hati yang didasari dengan pewahyuan yang datangnya berasal dari Tuhan. Secara spiritual, masing-masing pribadi yang memilih untuk menjadi Pendeta memiliki kesepakatan untuk menyerahkan hidup sepenuhnya hanya untuk mengabdi kepada Tuhan dengan cara membimbing serta memberikan tuntunan bagi setiap Jemaat. Dari hal tersebut maka seorang Pendeta bisa menjadi berkat bagi banyak Jemaat dan Jemaat merasa ingin berterima kasih kepada Pendetanya dengan cara memberikan sebuah barang, makanan, uang, dan lain sebagainya. 

Atas pemberian yang diterima dari jemaat, kemungkinan beberapa Jemaat yang memiliki pengaruh ekonomi yang bagus atau bisa dikatakan Jemaat yang kaya bisa memberikan lebih kepada seorang Pendeta. Tidak ada maksud untuk gratifikasi pemberian dari Jemaat kepada Pendetanya, tetapi hal tersebut lumrah dilakukan karena menjadi seorang Pendeta tidak memiliki gaji yang sama seperti karyawan kantoran. Seorang Pendeta juga sebenarnya bisa menolak pemberian dari Jemaat, namun para Pendeta ini juga menghargai pemberian dari Jemaat dengan cara menerima dan menggunakannya. 

Kerendahan hati tidak bisa dinilai dari apa yang kita kenakan di badan kita atau apa yang kita gunakan. Mengapa? karena rendah hati merujuk pada sifat seseorang. Rendah hati berbicara mengenai sifat manusia yang tidak sombong, tidak angkuh, dan tidak memandang rendah orang lain. Menurut penulis, dari contoh fenomena yang terjadi kemarin. Penulis tidak melihat adanya ketidak rendah hati-an dari Pdt. Gilbert serta Pendeta lainnya ketika memakai barang branded. Bahkan penulis melihatnya sebagai bentuk contoh menghargai pemberian orang lain dan suatu ungkapan syukur seorang Pendeta yang mendapatkan pemberian barang tersebut. 

Bahkan ada juga yang beranggapan atau beropini bahwa menjadi seorang Pendeta sangat aneh jika hidupnya berkelimpahan dikarenakan biaya hidup yang didapatkan tidak menentu dan tidak sama dengan profesi lainnya yang memiliki penghasilan yang stabil. Tetapi menurut penulis, tidak ada salahnya bagi seorang Pendeta bahkan Pemuka agama lain juga yang memiliki hidup berkelimpahan. Penulis beranggapan jika pemimpinnya atau pemuka agamanya diberi kelimpahan oleh Tuhan maka secara spirit hal tersebut juga bisa menyebar ke seluruh jemaat. Pada intinya jika seorang Gembala diberkati maka Jemaatnya pun diberkati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun