Catatan Akhir
"Sampan Itu Samar Menghilang Ke Utara"Â adalah novel dengan tema dengan indikasi Tradisi yang kuat. Dapat menjadi media pengingat, tentang suatu masyarakat masa lampau, yang hidup dengan prinsip-prinsip sakral.
Dapat menjadi sarana 'transmisi' moral tradisional yang mengandung 'adab tinggi' bagi generasi kini dan mendatang, di jazirah Sulawesi Barat, khusunya di wilayah geografis, dimana sumber cerita itu berasal.
"Sampan Itu Samar Menghilang ke Utara"Â merupakan Babad Tanah Leluhur bagi masyarakat kawasan teluk Mandar. Kisahnya tentang idealitas tipe manusia tradisi, yang otoritatif, dan melekat pada tokoh Tappappauang dan Lissiq Manurung.
Kisah sukses sejarah kehidupan mereka, sebagai pribadi 'individu' dan pribadi 'publik' sebagai pemimpin masyarakat sebuah suku.
"Sampan Itu Samar Menghilang ke Utara"Â menyisakan tiga 'problem' esensial: (1) dengan minimnya 'fakta sejarah' dalam cerita, novel ini berpotensi dibaca sebagai 'mitos', karena telah mempersempit spektrum historikalnya.
(2) Eksploitasi kisah 'bulan madu', dengan 'reka adegan' praktik 'ilmu kamasutra', yang 'berulang-ulang', juga berpotensi menggerus wibawah sains sacra tentang hubungan suami istri, bagi masyarakat Tradisi.
(3) Penulis 'lupa' mengeksplorasi transformasi tradisi yang terjadi secara fundamental, yakni perubahan kepercayaan lama kepada kepercayaan baru (sallang). Transformasi tradisi ini sebenarnya salah satu isu/tema tradisi yang krusial yang dapat diberdayakan dalam novel.
Â
#Sumber Esai, https://www.pedomankarya.co.id/2024/01
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H