ONGGOKAN BISU
Pulang saat malam membungkuk ke arah tua. Mata setia menanti cerita tapi bulan di kamar belum juga menyala. Tumpukan buku-buku menyanyi lesu. Mungkin makna yang tersimpan dalam lipatannya akan menemani mencari sejarah yang hilang. Abad kehidupan tergusur dari altar suci ke panggung-panggung berhala. Perutku berdenting angin. Sajak-sajak diatas meja seperti orang gila menertawai dirinya sendiri. Aku kelaparan mata dewa.
Pulang saat malam memegang tongkat yang uzur. Perempuan yang setia menunggu di ranjang pun kusut diremas waktu. Aku tarik lengannya dan kami tersangkut dalam selimut yang gelap. Mataku tertutup menanti mimpi. Cinta hanyut bersama huruf-huruf puisi yang hilang.
MELATA MALAM
Mencari sisi malam dalam jiwa, tempat sembunyi untuk setubuhi puisi adalah perjalanan sunyi sembuhkan luka. Sebab lumut hitam menumpuk di kepala, yang ketika itu aku ucapkan salam pada segala: hanya terkekeh busa alkohol di mulut, berkelanjutan sapaan angin malam mengarak dingin dari punggung-punggung bukit dikejauhan. Menjadi salju di tapak kakiku, saat wajahmu pun leleh di angin, mengeja nama Tuhan yang tak pernah di jumpa. Daun-daun itu berjatuhan air mata mencari embun dalam jerit melata.
#Sumber Puisi: Syafrruddin (shaff) Muhtamar, Sujud, Kumpulan Puisi, Penerbit Pustaka Refleksi, 2007.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H