Mohon tunggu...
syafruddin muhtamar
syafruddin muhtamar Mohon Tunggu... Dosen - Esai dan Puisi

Menulis dan Mengajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Dua Puisi: Perang dan Imprealisme Fir'aun

14 April 2022   16:19 Diperbarui: 14 April 2022   16:22 992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PERANG

Dunia dipenuhi sorak sorai gemuruh perang dan permusuhan. Dari ujung benua yang terpencil, dari pusat bumi hingga yang berdenyut di pusat sejarah setiap musim, adalah lautan perseteruan semburan ludah caci maki. Wajah pejalan zaman berbau amis kencing kucing menebari setiap jiwa yang mulai dicekam gelisah. Dunia mungkin mabuk oleh anggur yang dicampur lumpur, sempoyongan, berbicara seperti gelandangan gila di keramaian pasar.

Dunia disesaki genderang perang ditabuh tangan-tangan hantu dan terpantul dari ujung samudera ke anak-anak sungai yang menyendiri,  di belantara hutan yang liar. Setiap orang berjalan tak pasti, masa depan dirampas peluru yang berdesingan disetiap derap udara yang berlari.

Dunia telah ditinggalkan Tuhan. Mesjid, gereja dan tempat-tempat suci tidak lagi sanggup menampung rintih jiwa yang menderita. Manusia telah membakar tangannya sendiri setelah mengeringkan setiap tetes air yang menggelantung di ujung hati pemadamnya.

Dunia perang adalah takdir pilihan manusia sebagai altar purba menumpahkan air mata setelah tak sanggup meneteskannya di rumah-rumah Tuhan.

IMPERIALISME FIR'AUN

Mereka yang ditanganya mengalir darah imperialisme, tamat belajar dari mumi fir'aun. Lewat bisu bibir mulutnya yang tersenyum, menebar pesona penindasan.

Bangsa-bangsa imperialis di jantungnya mengalir darah dan nafas fir'aun. Menjarah sejarah lewat pengakuannya sebagai tuhan.

Mereka yang tangannya adalah hasrat fir'aun dan jantung bangsanya adalah kesombongan fir'aun; membakar zaman dengan keingkaran pada diri. Pengingkaran yang tak termaafkan, sekalipun oleh seekor cacing yang menggeliat di atas aspal digilas matahari.

Sumber: Syafruddin (Shaff) Muhtamar, Nyanyi Lirih 1001 Malam (kumpulan puisi), Penerbit Pustaka Refleksi, 2008.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun