Mohon tunggu...
syafruddin muhtamar
syafruddin muhtamar Mohon Tunggu... Dosen - Esai dan Puisi

Menulis dan Mengajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dua Puisi: Zaman Durjana dan Kabut Kezaliman

11 April 2022   10:12 Diperbarui: 11 April 2022   11:14 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ZAMAN DURJANA

Sejarah kini, dihuni hantu. Hantu menggerakkan tangan-tangan lewat wajah durjana manusia. Kitab suci dibakar api benci, debunya ditebar di jalan-jalan. Kaki-kaki berderap tanpa rasa salah. Sejarah penuhi sepatu, telapaknya huruf-huruf suci menempel sebagai debu zaman.

Sumber: Syafruddin (Shaff) Muhtamar, Nyanyi Lirih 1001 Malam (kumpulan puisi), Penerbit Pustaka Refleksi, 2008.  Puisi ini telah mengalami pengeditan ulang.

KABUT  KEZALIMAN

Sejuta tangan menggelepar-gelepar mengadu di tembok bangunan suci. Memohon Sang Kebenaran perbuatan baik, setelah kejahatan menjelma kabut menutup tiap inci jalan kebenaran.

Sejuta tangan menggelar doa di altar suci peradaban manusia, mendesah keluhnya berbusa meminta maaf atas ketidaksanggupan memikul beban suci kalbu sejarah.

Sejuta tangan patah-patah gelang kesuciannya terhampar tak berdaya di ujung zaman dalam beku kabut kezaliman.

Sumber: Syafruddin (Shaff) Muhtamar, Nyanyi Lirih 1001 Malam (kumpulan puisi), Penerbit Pustaka Refleksi, 2008.  Puisi ini telah mengalami pengeditan ulang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun