[caption id="attachment_56793" align="alignleft" width="285" caption="sumber : detikNews"][/caption]
“Mengecewakan!”Tanpa sadar saya mengucapkan kata tersebut yang ditujukan pada realitas politik yang kini terjadi di negeri ini.
Pansus masih melakukan penyelidikan atas bail-out Bank Century tetapi penghukuman telah dijatuhkan terhadap Sri Mulyani. Kabar beredar luas mengatakan bahwa Ia akan dicopot dari jabatannya selaku menteri keuangan. Keputusan tersebut diambil oleh SBY setelah pertemuannya dengan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie (Minami, Kompasiana. 19 Januari 2010). Ada apa dengan semua ini?
Memang adalah hak preoregatifpresiden untuk mengangkat dan mengganti menterinya (pasal 17 UUD 1045). Namun pelaksanaannya saya kira tidak boleh dilakukan dengan sekehendak hati. Tentu praktik ketata-negaraan kita akan membenarkan jika pencopotan seseorang dari jabatan menteri ditempuh oleh presiden setelah melalui proses penilaian terhadap kinerja sang menteri. Lantas bagaimana dengan Sri Mulyani?
Memang publik menilai Sri Mulyani (dan Boediono) adalah pejabat yang bertanggung-jawab terhadap tergelontornya dana sebesar Rp 6,7 Trilliun kepada Bank Century. Tapi apakah dengan begitu, beliau serta-merta dapat dicopot? Nurani saya turut mengatakan “kejam”, sama seperti penilaian Irman Putra Sidin dalam wawancaranya di Metro TV tadi malam. Irman mengatakan bahwa "Sangat tidak dibenarkan, jika mencopot organ negara hanya karena kesepakatan pribadi,"
Pernyataan itu dapat dibenarkan sebab belum pernah keluar pernyataan resmi presiden kepada khalayak mengenai hasil penilaian atas kinerja para menterinya. Olehnya itu, tak salah jika rencana pencopotan itu dikait-kaitkan dengan soal Bank Century. Sebab prestasi Sri Mulyani selama ini dinilaibaik oleh sejumlah kalangan. Annis Matta (Rakyat Merdeka 19 Januari 2010) bahkan mengatakan “Saya lihat beliau vokal dalam menyuarakan amanah dari presiden dan kabinet secara umum dalam rangka menjalankan tugas-tugas pemerintah. Mungkin saja ada yang berbeda pendapat dengan beliau, tapi tidak berarti kinerjanya melemah. Hal itu hal biasa dalam demokrasi,”
Rencana tersebut terasa aneh sebab kita mengklaim negeri ini sebagai “negara hukum” tetapi prinsip dasar hokum terlanggar justru dilakukan oleh elit politik demi sebuah kepentingan. Hukuman sudah dijatuhkan untuk Sri Mulyani sementara penyelidikan terhadap kasus tersebut tengah berlangsung belum tiba pada sebuah konklusi. Bahkan fakta yang sudah terungkap belum membuat terang-benderang persoalan bail-out. Apakah benar bahwa kegagalan Bank Century akan berdampak sistemik yang berpotensi menjadi pencetus krisis ekonomi. Salahkah kebijakan tersebut, masih belum pasti! Tentunya komentar-komentar para pakar dan politisi selama ini bukan sebuah pegangan resmi.
Sadar atau pun tidak, hukuman terhadap sebahagian “terperiksa” dalam kasus Bank Century telah dijatuhkan dengan menyebut kata “skandal”. Seakan-akan ada hal buruk yang terjadi di sana padahal belum tentu, alias belum terang-benderang. Dan amat disayangkan jika elit politik yang mestinya jadi panutan itu justru melakukan penghukuman ‘ilegal’. Jadinya Sri Mulyani mirip Socrates yang diadili dalam peradilan sesat.
Biarpun begitu, saya masih meyakini bahwa pansus tetap akan memaksimalkan penyelidikannya guna menemukan fakta sejati di balik bail-out Bank Century walau mereka kini tengah dilanda issu yang bisa berdampak melorotkan kredibillitas kinerjanya. Sebab mereka tentu masih memiliki patriotisme yang kelak ditunjukkan ke khalayak dengan cara menemukan fakta.
Mungkin saja kabar yang beredar mengenai rencana pencopotan Sri Mulyani adalah bahagian dari grand scenario untuk menimbulkan ketidak-percayaan masyarakat terhadap Pansus Century..
Dari Kota Palopo Sulsel, saya mengirimi doa bagi para Anggota Pansus Bank Century. “Semoga Allah SWT tetap member ilhamNya bagi para patriot untuk menemukan kebenaran sejati. Amin”
wassalam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H