Mohon tunggu...
Syafruddin dJalal
Syafruddin dJalal Mohon Tunggu... profesional -

bagi Kompasianer yang satu ini, hanya ada satu Indonesia yakni Indonesianya, Indonesia Anda dan Indonesia kita. Mengapa harus berbeda tegasnya.

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Mati Perlahan ala Konsumen Indonesia

22 Januari 2012   08:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:35 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1327162835298526191

[caption id="attachment_165290" align="alignleft" width="320" caption="ilustrasi "][/caption]

Berulang kali praktek curang pedagang diliput oleh media, tapi tindakan pemerintah terhadapnya belum terpublikasi.

Haruskah terlebih dahulu menanti korban berguguran? Mereka yang rentan terkena dampak dari praktek curang itu adalah masyarakat kecil .

Guna menggandakan keuntungan, para pembuat memasukkan zat berbahaya ke dalam jajanan. Tidak hanya zat, bahan baku kadaluarsa pun diolah sedemikian rupa agar tetap dapat digunakan sebagai bahan kue. Trans tivi misalnya, beberapa waktu lalu meliput aksi curang pedagang martabak yang menggunakan tepung kadaluarsa. Liputannya pun diberi judul yang amat seram yakni ‘Martabak Berlapis Kecurangan’. Dan memang akibatnya mengerikan bagi tubuh.

Praktek berdampak seram diliput lagi  kemarin sore oleh stasiun tv itu yakni  berkaitan dengan minyak curah. Nama pelaku disamarkan menjadi “Sableng”. 1 Kg harga minyak curah dipasar berkisar Rp.11-ribuan, tapi Sableng menjual minyak olahannya seharga Rp 9.600 per kilonya. Bahkan ada dalam takaran ekonomis, Rp 1,000 – Rp 500. Meskipun lebih murah namun Sableng mengaku masih untung. Ya... sebab minyak curah olahannya itu dioplos dengan solar. Solar memang minyak tapi bukan untuk dikonsumsi manusia tapi mesin disel. Dalam waktu yang panjang bila dikonsumsi terus-menerus, menurut ahli yang diwawancarai, akan memicu kanker.

Kabarnya hari ini Minggu 22/01 Trans Tivi kembali menayangkan liputannya berkaitan dengan plastik. Bukan sekadar pembungkus tapi digunakan pula untuk menambah kerenyahan gorengan. Bagai-mana caranya dan apa akibatnya bagi kesehatan, saksikan aja besok.

Praktek curang seperti itu bukan barang baru dan juga pernah diliput oleh stasiun tivi lain. Pernah satu ketika, saya lupa stasiun tivi apa, diliput “Ayam Tiren’ (Mati Kemaren). Ada juga liputan soal makanan basi yang diolah kembali kemudian dijual seperti makanan berbahan daging, roti dll.

Singkat cerita, mengerikan amat mengerikan menyaksikan tayangan itu Tapi info itu penting. Apalagi disertai Tips memilih “jajanan pasar” yang sehat seperti yang dilakukan oleh Trans Tivi.

Meskipun sejumlah Pemda seperti Palang Karaya bekerja-sama dengan Yayasan Lembaga Konsumen melakukan sidak di sejumlah swalayan (klik disini) untuk mengecek produk bahan makanan. Namun praktek curang masih saja terus berlangsung. Lagi pula jauh lebih mudah mengecek bahan dan makanan yang kadaluarsa di swalayan dari pada mendekteksi bahan berbahaya pada jajanan pasar. Sebab bahan dan makanan yang dijajankan di swalayan umumnya tertera masa kadaluarsanya. Beda dengan jajanan pasar. Mana ada tertera masa kadaluarsa gorengan? Mana ada pedagang jajanan pasar menginformasikan secara jujur bahan-bahan yang digunakan.

Untuk itu sidak tidak hanya sekadar dilakukan atas tokok dan swalayan saja. Tapi hingga ke pedagang curang itu. Apalagi musim hujan seperti saat ini, makan gorengan salah satu pilihan favorit, Tapi pilihan itu berisiko. Salah memilih gorengan maka bahaya akan mengintai. Bahkan mungkin saja nyawa melayang. Inilah cara mati ala konsumen Indonesia.

wassalam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun