Mohon tunggu...
Syafruddin dJalal
Syafruddin dJalal Mohon Tunggu... profesional -

bagi Kompasianer yang satu ini, hanya ada satu Indonesia yakni Indonesianya, Indonesia Anda dan Indonesia kita. Mengapa harus berbeda tegasnya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tak Lagi Melaut Bukan Berarti Melego Jangkar

9 Desember 2009   11:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:00 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_35730" align="alignleft" width="220" caption="Daeng Judda"][/caption]

Seperti itu pandangan seorang kakek bernama “Daeng Judda” yang mendorong saya untuk memosting sepenggal kisah hidupnya meskipun Ia bukanlah siapa-siapa. Hanya seorang tukang batu. Tapi tak ada salahnya, sebab mungkin saja di balik semua ini tersimpan hikmah. Bukankah orang bijak sering berkata, “pengalaman adalah guru yang paling berharga”

Menjadi tukang batu pun baru dilakoninya selama 3 tahun. Sebelumnya Daeng Judda adalah seorang nelayan. Menurut penuturan Sailong (tukang batu asal Kabupaten Takalar), Ia terbilang tangguh dalam menerjang ombak Selat Makassar. Tak ada hal yang membuatnya merasa takut untuk terus melaut, tapi usia yang kian menua saja yang membuat tenaganya kian melemah sehingga Ia tak lagi melaut.

Kini Daeng Judda genap berusia 58 tahun. Biasanya dalam usia sesenja itu orang lebih memilih untuk istirahat dari rutinitasnya tapi tidak baginya. Ketika Ia merasa tenaganya makin melemah, Daeng Judda beralih profesi dari nelayan menjadi tukang batu. Itupun setelah melalui proses belajar dari tukang lainnya, yakni Sailong keponakannya itu. Kini keduanya berada di Kota Palopo menerima borongan kerja.

Tentu saja belajar membutuhkan ketabahan. Dan itu bukanlah hal mudah termasuk menyusun bata jadi dinding. Untuk itu Daeng Judda harus jadi kuli terlebih dahulu sebelum menangani sendiri pemasangan dinding bata. Ia lupa kapan mulai terampil melakukannya.

Ketika saya memuji dinding yang ia kerjakan, maka saat itulah kisah hidupnya mulai terkuak. Semuanya bermula dari pernyataan Sailong yang dituturkan dalam Bahasa Makassar. “I nakke ngajara ki tannang bata” yang artinya “sayalah yang mengajarkan dia menyusun bata”. Berkesan pongah bagi saya ucapan itu, sebab usia Sailong terpaut jauh dari Daeng Judda. Karena itu, saya menelisiknya dengan cara menanyakan kebenarannya kepada Daeng Judda.

Tukang gaek itupun tanpa beban mengamininya, katanya ”iye katte!” artinya “iya pak!”. Sejenak saya tercenung mendengar pengakuan tadi. Dan dari situlah saya temukan sebuah pelajaran yakni tak perlu merasa malu belajar sekalipun sang guru jauh lebih muda.

Setelah itu bincang-bincang saya dengannya terus mengalir hingga melahirkan tulisan ini.

Saya :” sudah berapa lama jadi tukang batu?”

Daeng Judda: “baru tiga tahun”

Saya :” sebelumnya, apa yang daeng kerjakan”

Daeng Judda:” Nelayan”

Saya:”kenapa berhenti jadi nelayan”

Daeng Judda:”tenaga sudah tidak kuat lagi”

Saya :”kenapa tidak seperti orang seusia daeng yang lebih banyak istrirahat”

Daeng Judda:” haa… mereka banyak uang. Malu rasanya, jika hidup saya jadi beban bagi orang lain, sekalipun ia adalah keluarga dekat termasuk anak. Selain itu, jika saya tidak bekerja rasanya banyak waktu terbuang percuma.

Saya terkesima dengan jawabannya itu dan hanya mampu mengucapkan kata “Ohh !” sebab sepengetahuan saya, dia sudah tidak lagi memiliki tanggungan. Istrinya sudah lama meninggal dan hanya memilki seorang anak yang bekerja sebagai sopir angkutan untuk menafkahi anak istrinya.

Sore itu, langit yang sejak pagi hari cerah tiba-tiba saja gelap dibaluti oleh awan. Tak lama kemudian langit mulai menurunkan hujan. Daeng Judda dan beberapa tukang serta kuli yang tengah mengerjakan kompleks perumahan di Kelurahan Takkalala – Kota Palopo itu pun jedah dari pekerjaannya. Seraya berharap langit akan cerah kembali. Tapi tidak, hari itu hujan makin deras saja. Akhirnya, mereka hanya bisa merapikan segala peralatannya dan siap pulang ke rumah.

Kondisi tersebut saya manfaatkan dengan baik untuk melanjutkan perbincangan kami yang sempat terhenti. Sambil menyeruput segelas kopi hangat (entah dari mana berasal) ditemani oleh beberapa batang rokok, saya mengajukan beberapa pertanyaan

Saya :”sejak kapan daeng melaut”

Daeng Judda:”saya tidak ingat sejak tahun berapa. Tapi yang pasti, sejak usia kanak-kanak saya sudah menangkap ikan di laut bersama bapak saya”

Saya :”pernah bertemu badai, saat melaut”

Daeng Judda:”iya biasa”

Saya :”bagaimana perasaan daeng menghadapinya”

Daeng Judda:”pasti ada rasa takut. Tapi semua saya serahkan kepada Yang Di Atas”. Sebab hidup dan mati kita, Dialah yang mengaturnya”

Saya :”Tapi sekarang kan lebih enak? Karena sudah tak ada lagi badai dan ombak yang mengancam..”

Daeng Judda:”Haa… sama saja, darat dan laut masing-masing punya cobaan.

Saya :”misalnya, upah terlambat dibayar?”.

Daeng Judda hanya tersenyum seakan Ia tahu bahwa pertanyaan saya itu adalah sebuah pancingan semata. Tak ingin keki, saya mengajukan beberapa pertanyaan seputar hal-hal yang berkenaan dengan bangunan di perumahan tersebut termasuk upah yang kelak akan mereka terima dari Sang Developer.

Sebelum saya meninggalkan mereka, Daeng Judda menegaskan satu hal kepada saya yakni, ”Dik… di manapun kita berada, entah di laut atau di darat selalu saja kita berhadapan dengan badai dan ombak. Di laut, badainya berasal dari angin dan ombaknya berupa gulungan air. Di darat pun tetap ada yang namanya badai dan ombak tapi tidak seperti yang ada di laut. Biarpun begitu, kita jangan sekali-kali menyerah menghadapinya. Sebab Mustahil Allah SWT mengirimkan semua itu tanpa disertai dengan kekuatan untuk menghadapinya. Yang penting kita tetap berupaya dan berdoa. Insyah Allah badai pasti akan berlalu!”

***

Itulah Daeng Judda, dalam usia yang terbilang senja, Ia masih gigih mengarungi samudra kehidupan ini secara mandiri. Ya… baginya di laut dan darat tetap saja ada “badai” dan “ombak”. Karenanya meski tak melaut bukan berarti Daeng Judda melego jangkar. Tak pernah menyerah!!

wassalam

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun