Mohon tunggu...
Syafriansyah Viola
Syafriansyah Viola Mohon Tunggu... Pegawai Negeri Sipil -

suka baca fiksi dan sekali-sekali....menulis!

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Haruskah Kerugian Pertamina Dibebankan kepada Rakyat?

5 Januari 2014   21:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:07 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13889320581324086827

[caption id="attachment_304159" align="aligncenter" width="458" caption="Foto; Kompas.com"][/caption] Pada tulisan saya sebelumnya, saya coba membaca logika awam hitung-hitungan ala PT Pertamina Tbk soal kenaikan harga gas elpiji 12 kg yang lagi heboh seminggu belakangan ini. Baca tulisannya dengan meng-klik disini.  Pada episode ke-1 ini, PT Pertamina Tbk  terpaksa jual-tekor, dan untuk menutupi kerugian maka solusinya dengan menaikan harga gas elpiji 12 kg. Kesimpulan saya adalah, Ini Keputusan yang tak Bijak! Bola panas pun kembali bergulir. Pada episode ke-2 ini, PT Pertamina Tbk dan Pemerintah saling menyalahkan satu sama lain. Yups, apalagi kalo bukan polemik gas elpiji 12 kg. Yang mana, kedua belah pihak saling tuding dan tuduh lempar tanggungjawab.  Pertamina mengaku sudah melaporkan kenaikan harga ini ke pemerintah. Namun, dari Pemerintah melalui Kementrian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku belum tahu menahu soal kenaikan harga gas elpiji ini. Weleh, weleh. Kok bisa terjebak komunikasi jalan buntu begini ya. Pada episode ke-3. Presiden SBY menengahai masalah ini, sepertinya tak menyelesaikan masalah tapi wajib ditunggu perkembangannya. Presiden SBY juga meminta Pertamina untuk mengkaji ulang kenaikan gas elpiji 12 kg ini dalam waktu 1x 24 jam. Pak SBY pun memberikan ultimatum waktu sehari alias 1x24 jam kepada pertamina untuk meninjau ulang keputusannya. Peninjauan ulang ini juga dijadwalkan akan dihadiri oleh BPK sebagai konsultan dan Kementrian ESDM sebagai pihak pemerintah yang terkait. Membaca fakta-fakta diatas tadi,  saya malah bepikir dan coba mengajukan pertanyaan sederhana: Haruskah kerugian Pertamina dibebankan kepada rakyat? Pertama, kenapa mesti rakyat? keputusan sepihak Pertamina menaikan harga gas elpiji 12 kg itu, saya nilai, tidak adil dan membebani. Kenapa saya katakan begitu. Karena kerugian Pertamina dalam bisnis penjualan gas elpiji 12 kg ini malah dibebankan kepada rakyat. Ini yang saya sebut tidak adil. Ini juga keputusaan yang terges-gesa dan menyengsarakan rakyat. Lebih parah lagi, kenaikan gas elpiji 12 kg ini juga bisa merembes pada kenaikan harga kebutuhan pokok lainnya. Akibatnya, rakyatlah yang mesti menanggung kerugian akibat ulah Pertamina ini. Saya tak habis pikir, rakyat kita sudahlah susah, eh, malah dibikin susah lagi. Kedua, tidak ada kah cara lain? Misalnya dengan meningkatkan efisiensi produksi. Efisiensi produksi yang dimaksud, adalah dengan meningkatkan output pada suatu tingkat kualitas standar tertentu dengan biaya yang lebih rendah. Solusi yang bisa dipertimbangkan untuk menekan kerugian Pertamina yang ditimbulkan akibat selisih penjualan dibawah harga pokok, alias jual-tekor.  Dengan meningkatkan efisiensi penggunaan produksi melalui pengurangan faktor produksi yang digunakan secara berlebihan bisa diminimalisir. Efisiensi produksi yang dilakukan secara proporsional, semoga bisa mencapai skala hasil yang lebih baik. Salam

BACA JUGA:

MENIMBANG AKAL SEHAT HITUNG-HITUNGAN ALA PERTAMINA?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun