[caption id="attachment_303652" align="aligncenter" width="440" caption="Foto: Kompas.com"][/caption] Kata pakar fengshui, suhu Yo, tahun 2014 ini adalah tahun kuda. Kata saya, 'kuda' yang baik itu harus mendengarkan majikannya dan mematuhi aturan. Nah, tak salah lagi kalo saya katakan, di tahun ini, untuk berbenah negeri semua elemen harus berlari kencang seperti kuda. Berita heboh kembali datang dari Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, orang nomor dua di Pemprov DKI Jakarta ini bikin ulah lagi. Ahok pun jadi sorotan. Apa pasal? Ada aturan baru di pemprov DKI. Aturan ini berupa Instruksi Gubernur Nomor 150 tahun 2013 yang menyebutkan bahwa mulai Jumat ini (3/1/2014), PNS DKI Jakarta dilarang membawa kendaraan pribadi atau dinas ke tempat kerja. Aturan ini dilaksanakan tiap bulannya di minggu pertama. Portal Kompas.com tadi melaporkan sikap keukeuh alias, dalam bahasa saya, sikap egois Ahok itu. Berita nya lihat di sini. Saya tak habis pikir, ada apa dengan Ahok (AADA)? Saya juga jadi ingat pepatah orang tua-tua dulu, "Kalo atasan kencing berdiri, bawahan malah kencing berlari" Jelas-jelas, In-Gub ini merupakan bentuk perilaku keteladanan yang ingin di contohkan pemprov DKI Jakarta untuk menciptakan iklim pemerintahan yang kondusif dan sekaligus upaya "merasakan transportasi massal rakyat kebanyakan". Kalo di kedai kopi, istilah sikap Ahok ini biasa disebut Tongkat membawa rebah! Kita tau, tongkatkan fungsinya untuk menegakkan, atau mengukuhkan aturan yang ada bukan menjatuhkan. Saya coba bedah beberapa alasan Ahok 'membangkang' In-Gub ini. Pertama, ketika ditanya wartawan, seperti diberitakan Kompas.com, pria berkacamata minus itu menolak disebut membangkang in-gub Jokowi. Menurut Ahok sikapnya bukan pembangkangan karena in-gub itu ditujukan kepada PNS di Pemprov DKI Jakarta, tetapi bukan kepada dirinya. Dia juga menjelaskan bahwa jabatan gubernur dan wakil gubernur adalah jabatan politis, bukan termasuk PNS. Pak Ahok, jujur saya katakan, bahwa masyarakat atau warga biasa, mereka tak mau ambil pusing soal jenis jabatan ini atau jabatan itu, apapun itu namanya. Jabatan politis lah atau non politis lah. Yang mereka tahu, pak Ahok adalah salah satu seorang pemimpin pemprov DKI Jakarta. Jadi sebagai seorang pemimpin, pak Ahok mesti memberikan contoh langsung dan teladan perilaku dengan sikap dan perbuatan. Bukan mengelak atau cari alasan. Misalnya saja pada pagi tadi, dengan entengnya pak Ahok mengendarai mobil dinas Toyota Land Cruiser B 1966 RFR, saat masuk ke Balaikota DKI Jakarta. Mobil ini tanpa berdosa melewati para PNS yang berjalan kaki sesudah turun dari angkutan umum. Pak Ahok, rakyat mu mencontoh apa yang kau kerjakan. Itu saja. Tititk. Kedua, sekedar cari alasan. Ahok menjelaskan bahwa untuk naik angkutan umum dari rumahnya menggunakan angkutan transjakarta, dia harus berganti kendaraan tiga kali. Menurutnya, hal itu tidak efektif. Sementara itu, dengan mengendarai kendaraan dinasnya, dia hanya membutuhkan waktu sebentar untuk tiba di Balaikota. Pak Ahok, itulah gunanya transportasi massal. Tranportasi ini berfungsi mengangkut penumpang menuju ke tempat tujuan masing-masing. Soal waktu dan banyaknya berganti bus transjakarta, itu bukan alasan yang kuat. Disanalah letaknya pengorbanan seorang pemimpin. . Turun naik bus. Berdesakan dengan penumpang lain. Biar pak Ahok tau, penumpang lain juga pengen cepat dan terburu-buru ke tempat kerjanya. Contoh pak Jokowi, dia pilih pake sepeda menuju ke Balaikota. Saya jadi ragu, atau barang kali, mungkin pak Ahok ini belum siap jadi pemimpin pemprov DKI Jakarta masa depan. Salam buat pak Ahok dari warga biasa Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H