Mohon tunggu...
Irmawan syafitrianto
Irmawan syafitrianto Mohon Tunggu... Penjahit - ASN (KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN)

ISTIKOMAH (IKATAN SUAMI TAKUT ISTERI KALO DIRUMAH)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Batu Akik dan Kepiting Bakau (Popularitas, Permasalahan, dan Solusi)

25 Februari 2015   16:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:32 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Popularitas batu akik terus meroket dan selalu menjadi bahan perbincangan dimedia sosial, kantor-kantor, bahkan di warung kopi. Kebanyakan orang rela menghabiskan banyak waktu untuk sekedar berburu bongkahan, menggosok, hingga menjualnya kembali. Kegemaran terhadap batu akik pada dasarnya merupakan salah satu indikasi perubahan fenomena sosial. Masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah yang selama ini terfokus pada pemenuhan kebutuhan primer kini mulai “menggila” dengan hobinya. Kecendrungan kebanyakan masyarakat adalah mengikuti apa yang banyak dilakukan dan diperbincangkan, tentunya hal tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap popularitas.

Popularitas batu akik menyebabkan permasalahan baru, aktivitas penambangan bongkahan secara masif dapat mengganggu keseimbangan ekosistem dan mengancam kelestarian sumberdaya alam. Untuk mengurangi dampak negatif, hendaknya dilakukan penertiban, pembinaan dan pengawasan  terhadap aktifitas penambangan yang sifatnya merusak.

Sama halnya dengan batu akik, kepiting bakau dengan rasa yang lezat dan protein yang tinggi menjadikan spesies ini menjadi semakin populer bagi para pecinta kuliner. Perburuan kepiting semakin tak terkendali, keberadaan dan ketersediaannyapun semakin mengkhawatirkan. Agar tetap lestari, pemerintah mengeluarkan regulasi terkait dengan penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus). Pengelolaan sumberdaya kepiting bakau seringkali terbentur oleh berbagai permasalahan, diantaranya : terbatasnya informasi mengenai aspek dinamika populasi, selektifitas penangkapan, konversi lahan mangrove yang berlebihan serta penurunan kualitas perairan akibat pencemaran, dan belum dikuasainya teknologi budidaya.

Dinamika populasi kepiting bakau. Stok sebagai suatu gugus dari satu spesies yang mempunyai parameter pertumbuhan biomassa dan mortalitas/tingkat kematian. Idealnya, agar kelestarian tetap terjaga maka laju kematian tidak melampaui laju pertumbuhan biomassa. Di Austaralia, penangkapan kepiting bakau telah diatur dengan sangat baik oleh pemerintah. Penangkapan kepiting muda selama ini banyak dilakukan oleh nelayan tradisional, aktivitas tersebut berdampak terhadap rendahnya kehadiran kepiting baru dihabitatnya. Agar stok kepiting tetap lestari, idealnya kepiting yang diperbolehkan untuk ditangkap adalah kepiting yang telah mengalami satu kali pemijahan (matang gonad).

Selektifitas penangkapan. Penangkapan sumberdaya perikanan yang ramah serta berkelanjutan merupakan sebuah tuntutan zaman. Pemanfaatan serta pengelolaan yang asal-asalan akan menyebabkan penurunan stok populasi dan mengancam kelestarian sumberdaya yang pada akhirnya akan bermuara pada bencana kemiskinan, kelaparan, dan kejahatan. Menurut Ryan (2003), bahwa di teluk Moreton (Australia) pada tahun pertama kepiting bakau tumbuh dengan lebar karapaks 8-10 cm, 13-16 cm ditahun kedua dan 24 cm ditahun ketiga. Lebih jauh lagi, Brown (1993) menyatakan bahwa matang gonad kepiting betina di daerah tropis terjadi pada umur 12-18 bulan dengan variasi ukuran lebar karapaks antara 9,0-10,0 cm.

Konversi mangrove dan penurunan kualitas perairan. Hutan bakau atau mangrove merupakan rumah bagi jutaan kepiting bakau.. Alih fungsi lahan mangrove akan berdampak terhadap perubahan rantai makanan, rantai energi dan siklus biogeokimia. Sebagaimana diketahui, fungsi biologis mangrove adalah sebagai tempat asuhan, tempat mencari makanan, dan  tempat berkembang biak. Idealnya, pemerintah bersama masyarakat dan stakeholder bergandeng tangan untuk berbenah diri mulai dari perencanaan hingga evaluasi program.

Penguasaan teknologi budidaya. Keterbatasan benih merupakan permasalahan utama dalam budidaya kepiting bakau.Masalah utama yang dihadapi pada usaha pembenihan kepiting bakau dewasa ini adalah rendahnya tingkat kelangsungan hidup dan ketahanan stres pada stadia larva terutama pada stadia zoea dan megalopa.  Permasalahan penyakit juga merupakan tantangan dalam budidaya kepiting khususnya pembenihan. Stadia zoea awal hingga megalopa adalah fase yang rentan terhadap serangan jamur. Jamur yang umumnya menyerang stadia ini adalah ordo Lagenidiales.

Akhirnya, Batu akik dan kepiting bakau adalah karunia tuhan yang wajib dijaga kelestariannya, pengelolaan yang serampangan tentunya akan merugikan masyarakat sebagai penikmat dan pemilik sumberdaya. Meskipun batu akik dan kepiting berbeda, namun pengelolaan sumberdaya jangka panjang membutuhkan perencanaan yang matang, perencanaan hendaknya mengacu pada hasil penelitian dan kajian ilmiah dari berbagai sudut pandang, perencanaan yang matang pada akhirnya akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun