Mohon tunggu...
Syafira Qisty
Syafira Qisty Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Be Multitalent

Selanjutnya

Tutup

Bola

Maraknya Rasisme dalam Sepakbola

25 Juli 2021   23:06 Diperbarui: 26 Juli 2021   00:59 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source : https://panditfootball.com

Sepakbola tidak selamanya tentang mencetak gol, memberi assist, ada yang kalah dan ada yang menang. Sepakbola juga kerap menghasilkan drama-drama yang membuat olahraga satu ini memperoleh perhatian dari penikmatnya maupun yang menyimaknya seperti : bentrok antar suporter, pengaturan skor, suap, kebobrokan manajemen dalam mengelola sebuah klub, wasit yang tidak adil dalam memimpin sebuah pertandingan hingga rasisme. Namun penulis disini akan lebih mengangkat tentang isu rasisme yang kerap terjadi dalam sebuah pertandingan sepakbola.

Rasisme dalam sepekbola sudah kerap lama terjadi. Tindakan rasis paling marak terjadi di Eropa. Rasis di Benua Eropa tidak hanya dilakukan oleh suporter saja, tetapi juga dilakukan oleh staf maupun juga pemainnya. Perbedaan ras, suku, bangsa antar pemain dalam liga menjadi penyebabnya. Bangsa kulit hitamlah yang banyak menerima tindakan rasis. Selain itu, banyaknya ras kulit putih yang mendiami Benua Eropa-lah yang juga mendasari tindakan rasis terhadap ras kulit hitam yang merumput di Liga-liga Eropa. Bambang Ferianto Tjahyo Kuntjoro dalam artikelnya yang berjudul Rasisme Dalam Olahraga yang dimuat di Jurnal Penjakora Vol. 7, No. 1 (2020) menyatakan bahwa rasisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis melekat pada ras manusia, dimana suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur yang lainnya sehingga manusia selalu menganggap golongan, kelompok, agama, ataupun rasnyalah yang paling benar, yang paling berkuasa, dan yang lain dianggap rendah.

Rasisme dapat mencoreng citra dari permainan sepakbola yang terkenal dalam jargon “My Game Is Fair Play”-nya. Sejatinya, sepakbola adalah olahraga yang menonjolkan sisi keharmonisan permainan, keindahan permainan, hubungan erat antar pemain, lawan yang fair, dan suporter yang fanatik. Jika rasisme tidak segera diatasi dalam sepakbola, maka akan merusak permainan, keharmonisan, kemagisan yang ada dalam olah raga sepakbola itu sendiri. Akan ada pihak yang saling merugi dikarenakan oleh tindakan rasis seperti pemain yang terkena tindakan rasis akan merasa tersakiti dan sakit hati dikarenakan tindakan oleh para perasis, sementera perasis akan ditindak secara hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Jika menilik kasus-kasus tindakan rasis yang terkenal dalam sepakbola, maka yang pertama diingat adalah ketika Mario Balloteli berselebrasi pada pertandingan Manchester United vs Manchester City pada tahun 2010. Dengan menunjukkan selebrasi ikoniknya yang menunjukkan kaos bertuliskan “why always me”, striker berkebangsaan Italia ini melakukan hal tersebut dengan tujuan menyampaikan protesnya terhadap banyaknya rasisme yang selalu ditunjukkan kepada dirinya dan pemain ras kulit hitam. Tindakan rasis juga pernah menimpa Dani Alves saat masih membela Barcelona, suporter tuan rumah Villareal melemparinya dengan pisang sambil menirukan gestur monyet. Tindakan rasis yang baru-baru ini terjadi yaitu ketika perhelatan EURO 2020, setelah Final EURO 2020 antara Timnas Inggris VS Timnas Italia di Stadion Wembley yang pada akhirnya dimenangkan oleh Timnas Italia lewat adu penalti, Bukayo Saka yang saat itu gagal menuntaskan sebagai algojo penalti timnas inggris mendapatkan tindakan rasis dari suporter Timnas Inggris yang masih kecewa atas kegagalan dalam merengkuh juara EURO untuk yang pertama kalinya. Dalam media sosial Instagramnya, Bukayo Saka banyak menerima rasis ketika para netizen banyak mengirimkan emotikon monyet. Selain Saka, Marcus Rashford dan Jadon Sancho juga mendapatkan perilaku yang sama setelah gagal menuntaskan misi sebagai algojo penalti Timnas Inggris di Final Euro 2020.

Untuk mengatasi terjadinya tindakan rasisme, semua pihak yang terlibat dalam organisasi maupun pihak-pihak yang menjadi bagian dalam sepakbola turut saling bahu-membahu dalam terciptanya suasana sepakbola yang harmonis dalam lapangan. Semua pihak yang turut andil dalam organisasi dalam membuat peraturan harus bersifat mengikat semua elemen yang ada dalam olahraga sepakbola. Pihak-pihak yang menjadi bagian olahraga sepakbola juga harus mematuhi apa yang dianjurkan dan dilarang dalam peraturan tersebut. Jika ada yang melanggar ketika peraturan sudah dibuat, maka federasi harus lebih memaksimalkan sanksi bagi pelaku rasisme.

Syafira Qisty Vergiarani, Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun