Mohon tunggu...
Syafira PutriDewi
Syafira PutriDewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Pamulang Program Studi PGSD

Saya penyuka segala jenis film, terutama yang bertemakan pemecahan suatu kasus misteri atau yang memerlukan kemampuan menghubungkan film selanjutnya dengan yang sebelumnya. Selain itu saya juga tertarik untuk menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Alumni Universitas Pamulang yang Menjadi Dosen di Tempatnya Belajar

10 Februari 2024   20:22 Diperbarui: 11 Februari 2024   20:17 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang alumni Universitas Pamulang, Ria Ester, berbagi cerita bagaimana dirinya bisa menjadi dosen di kampus yang sama, termasuk saat menghadapi tantangan baru selama perkuliahan berlangsung.

Di awali dari impiannya untuk berkuliah seperti teman-teman yang lain setelah lulus SMA, tapi harapan tersebut harus dikubur dalam-dalam karena keadaan ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan.

“Saat itu saya sempat memutuskan untuk bekerja saja karena tidak ada biaya untuk kuliah. Tapi selagi sibuk mencari pekerjaan, teman Ibu saya yang bernama Opa Rudiman menawarkan bantuan beasiswa di Universitas Pamulang dan pembiayaan semua ditanggung mulai dari tagihan bulanan kuliah, UTS serta UAS”, jelasnya.

Tanpa berpikir panjang, ia mendaftar dan mengikuti tes sesuai prosedur kampus dan dinyatakan lulus. Sejak dinyatakan lulus, maka penawaran pembiayaan oleh teman Ibunya itu pun berlaku. Setelahnya impian untuk menjadi seorang mahasiswa bisa tumbuh kembali dan sebagai penyemangat baru untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.

Memilih program studi teknik informatika merupakan sesuatu yang baru baginya. Ia mengaku sempat terkejut saat mendapat mata kuliah pemrograman. Karena tidak hanya berhadapan dengan perangkat teknologi komputer saja, melainkan harus bisa mengulik lebih dalam bagaimana program di dalam komputer itu bisa berjalan dan berhubungan dengan perangkat lunak.

“Walaupun kaget ya saat baru pertama kali belajar mata kuliah itu, tapi seiring berjalannya waktu bisa beradaptasi dan mengikuti mata kuliah lain yang terbilang sulit”, ucapnya kepada penulis.

Selain mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas, Ester juga tergabung ke dalam PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen) di Universitas Pamulang. Tidak hanya melakukan ibadah bersama setiap minggu di salah satu ruangan khusus kampus saja, tetapi ada kegiatan sosial juga yang mereka lakukan bersama. Dengan begitu, mereka bisa mendapat nilai agama tanpa mengalami kesulitan apapun.

Ada hal menarik lain yang terjadi sebelum ia dinyatakan lulus pendidikan S1. Tepatnya saat persiapan wisuda, ia bertemu dengan salah satu dosen yang bernama Bapak Zakaria. Beliau memberitahukan informasi mengenai beasiswa program studi magister teknik informatika di Universitas Pamulang. Ester pun tertarik untuk mendaftar, kemudian mengikuti tes tertulis, tes kesehatan, wawancara, hingga dinyatakan lulus dan layak mendapatkan pembiayaan dari kampus dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Perjalanan mengikuti perkuliahan studi magister ini sedikit berbeda dari perkuliahan sebelumnya karena dibarengi dengan pekerjaan di pagi hari, jadi harus mengambil waktu kuliah malam. Dan proses pengerjaan tesisnya juga sedikit memakan waktu sampai bisa lulus dengan gelar M.Kom (Magister Komputer) pada tahun 2019 akhir.

“Setelah lulus S2, saya akhirnya menyadari adanya kesukaan di dunia pendidikan, seperti mengajar dan berbagi ilmu dalam hal apapun. Jadi mungkin hal itu yang menempatkan saya pada profesi dosen ini. Alasan lain adalah waktu yang lebih fleksibel dibandingkan para pekerja kantoran pada umumnya yang bekerja 8 jam di satu tempat. Tapi untuk di kampus atau jadwal mengajar sebagai dosen yang didapatkan tidak terlalu banyak dalam satu hari sehingga ada waktu yang cukup untuk bisa beristirahat di rumah.

Kesan pertama mendapatkan jadwal mengajar itu bercampur aduk rasanya karena belum pernah mengajar di depan orang-orang yang sudah dewasa, tetapi kalau di depan anak-anak usia 7-12 tahun sudah biasa di sekolah minggu gereja. Jadi ada ketakutan tersendiri saat harus berhadapan dengan mahasiswa supaya tidak gugup nantinya. Tapi akhirnya bisa menyesuaikan dan situasi saat mengajar pertama kali sebagai dosen itu saat pandemi muncul, jadi proses pembelajaran dilakukan secara daring. Meskipun begitu, saya tetap saja gugup karena permasalahan internet di rumah yang terkadang tidak stabil atau bahkan adanya pemadaman listrik secara tiba-tiba jadi mengganggu proses pengajaran”, jelasnya saat menceritakan kesannya kepada penulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun