Ada tauhid dalam syahadat. Tauhid, sebagian orang atau bahkan ulama' mengartikannya dengan mengesakan Allah. Dalam hal ini saya setuju sekaligus tidak setuju. Allah sudah Maha Esa tanpa perlu di esa-esakan. Sudah hebat sebelum dihebat-hebatkan. Bagi saya -mungkin salah- tauhid adalah menomorsatukan Allah. "Meletakkan" Allah pada urutan pertama sebelum hal lainnya. Kita bekerja, sebelum karena mencari penghidupan diniatkan terlebih dahulu karena menjalankan perintah Allah. Kita menempuh pendidikan dengan sekolah setinggi-tingginya, sebelum karena supaya memperoleh gelar, mempermudah dalam mencari kerja terlebih dahulu karena menepati perintah Allah melalui Rasul-Nya Muhammad, "carilah ilmu mulai lahir hingga liang lahat".
Bertauhid pada saat berbuat baik. Maka ketika perbuatan baik anda tidak mendapat balasan yang baik pula oleh yang anda baiki, anda tidak akan apa-apa. Namun jika berbuat baik tanpa tauhid -tidak melibatkan Allah-, artinya dengan alasan hanya supaya mendapat balasan kebaikan oleh yang anda baiki. Maka ketika kebaikan anda tidak berbalas kebaikan pula, anda akan sakit hati dan menyesal telah berbuat baik. Oleh karenanya tauhid dalam segala aspek kehidupan adalah mutlak dilakukan apabila ingin mencapai ketentraman hidup.
Asyhaduannaamuhammadan Rasulullah,memberi kesaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah, artinya mengikuti tindak lampah Kanjeng Nabi Muhammad. Allah memerintahkan Rasul Muhammad untuk berpesan kepada ummatnya -semoga kita termasuk-: "Qul inkuntum tuhibbunallaha fattabi'uniy..." Katakanlah, jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad). Â Sudah jelas bahwa satu-satunya syarat untuk dicintai Allah adalah dengan mengikuti Muhammad, bukan sekadar mencintai secara membabi buta. Karena untuk mengenal Allah jalannya bukan hanya cinta semata, melainkan ilmu.
Maka, syahadat adalah kesanggupan manusia memilih dan memutuskan bahwa ia hanya menomorsatukan Allah dan menomorkemudiankan segala yang lain. Allah secara gamblang menunjukkan bahwa tidak sepanjang umurnya manusia boleh memelihara kebodohan untuk hanya menjaga perihal perasaan -cinta dan kerinduan- kepada yang bukan nomor satu, yang tidak sedikit mengakibatkan kelumpuhan nalar.
"TIDAK USAH MENUNGGU TUA UNTUK MENGERTI KESEJATIAN. TIDAK USAH MENUNGGU HANCUR UNTUK SANGGUP MEMAHAMI PERBEDAAN MANA YANG UTAMA DAN MANA YANG TIDAK."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H