Pada tahun 2024 ini, ada potensi perbedaan 1 Ramadhan 1445 H. Hal ini terjadi setelah terbit ketetapan ormas yang berdasarkan hisab memutuskan 1 Ramadhan 1445 H jatuh pada 11 Maret 2024. Metode hisab adalah metode yang dilakukan untuk menentukan awal puasa dengan menggunakan perhitungan matematis dan astronomis. Dalam buku pedoman hisab Muhammadiyah disebutkan bahwa hisab berasal dari Bahasa Arab yaitu al hisab yang mempunyai arti perhitungan atau pemeriksaan. Sedangkan dalam bidang fiqih, hisab menyangkut penentuan waktu-waktu ibadah. Jadi, dalam metode hisab tidak perlu benar-benar melihat hilal secara langsung. Metode hisab cukup dihitung saja dengan perhitungan matematis dan astronomis. Didalam Al-Qur'an Surat Yunus ayat 5 di sebutkan bahwa tuhan sengaja menjadikan matahari dan bulan sebagai alat penghitung tahun dan perhitungan lainnya. Di sebutkan juga dalam Al-Qur'an Surat Ar-Rahman ayat 5 bahwa matahari dan bulan beredar sesuai perhitungan. Bahkan, dengan metode hisab ini penentuan awal bulan di tahun-tahun berikutnya sudah dapat ditentukan sejak sekarang. Berpedoman pada wujudul hisab wujudul hilal, tinggi bulan pada saat matahari terbenam di Yogyakarta pada 10 Maret 2024 yakni +00 56^' 28".
Sementara berdasarkan sistem rukyatul hilal, posisi hilal, baik dari sisi tinggi maupun elongasinya tak mungkin dapat di rukyat (dilihat) pada 29 Sya'ban 1445 H atau 10 Maret 2024 sehingga diprediksi 1 Ramadhan 1445 H istikmal bertepatan dengan 12 Maret 2024. Rukyatul hilal adalah kriteria penentu awal bulan kalender hijriah dengan cara merukyah atau mengamati hilal secara langsung. Rukyat dilakukan setelah matahari terbenam. Hilal hanya Nampak setelah matahari terbenam karena intensitas cahaya hilal sangat redup dibandingkan dengan cahaya matahari, serta ukurannya sangat tipis. Apabila hilal terlihat, maka pada petang atau maghrib waktu setempat telah memasuki bulan baru hijriah. Apabila hilal tidak terlihat maka awal bulan ditetapkan mulai maghrib hari berikutnya.Â
Apabila hilal (bulan sabit) tidak terlihat atau gagal terlihat, maka bulan digenapkan menjadi 30 hari atau disebut istikmal. Kriteria ini berpengangan pada hadist Nabi Muhammad SAW: "Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal, jika terhalang maka genapkanlah". Kriteria ini di Indonesia digunakan oleh Nahdlatul Ulama' (NU), dengan dalih mencontoh sunnah rasul dan para sahabatnya serta mengikuti ijtihad para ulama empat madzhab (Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi'I, Imam Hambali). Bagaimanapun hisab tetap digunakan, meskipun hanya sebagai alat bantu dan bukan sebagai penentu masuknya awal bulan hijriah.
Rukyat global adalah kriteria penentuan awal bulan hijriah yang menganut prinsip bahwa: jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa (dalam arti luas telah memasuki bulan hijriah yang baru) meskipun yang lain belum melihatnya. Sebagai akibat dari perbedaan metode penentuan kriteria inilah yang seringkali menyebabkan perbedaan penentuan awal bulan yang berakibat pula adanya perbedaan hari melaksanakan ibadah seperti Puasa Ramadhan atau Hari Raya Idul Fitri.
Sejak zaman nabi Muhammad SAW, Sahabat, Tabi'in dan bahkan hingga saat sekarang ini, dalam menetapkan awal bulan Hijriah pada dasarnya digunakan metode rukyatul hilal dan metode hisab. Diantara dua metode ini, hampir tak pernah selesai dibahas, yang ujung-ujungnya kalau hilal tidak nampak di rukyat maka jalan yang ditempuh adalah istikmal. Nah bagaimana dengan hasil hisab? Ini nampak di nomor duakan, atau sekedar untuk membantu memudahkan rukyat, boleh jadi karena hal itu, tidak pernah dilakukan Rasululloh SAW. Padahal kalau terjadi dari hasil para ahli hisab ternyata menunjukkan hilal berada diatas ufuq.Â
MUI menyebutkan, kedua metode diatas sama-sama berasal dari ijtihad ulama. Tidak ada yang salah dari metode hisab maupun rukyatul hilal sebagai bagian dari ijtihad. Sesuai sabda nabi bahwa ketika seorang mujtahid benar, maka dia mendapat dua pahala. Akan tetapi jika keliru, dia tetap mendapat satu pahala. Sementara itu, menyikapi perbedaan metode hisab dan rukyat terkait penentuan awal hilal, MUI mengeluarkan fatwa Nomor 2 tahun 2004 tentang penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah. Fatwa ini menyatakan, penetapan awal bulan berdasarkan metode hisab dan rukyat oleh pemerintah RI melalui Menteri Agama dan berlaku secara nasional.
Terkait dengan hal ini pemerintah mengimbau umat islam untuk tetap menjaga ukhuwah Islamiyah dan toleransi dalam menyikapi potensi perbedaan penetapan 1 Ramadhan 1445 H/2024 M.
Imbauan ini tertuang dalam surat edaran Menteri Agama RI Nomor 1 Tahun 2024 Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1445 H/2024 M. Dalam edaran yang ditanda tangani pada 26 Februari 2024 oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas ini diharapkan umat islam tetap mengutamakan nilai toleransi.
Bunyi surat edaran Menteri agama sebagai berikut: "umat islam dihimbau untuk tetap menjaga ukhuwah Islamiyah dan toleransi dalam menyikapi potensi perbedaan penetapan 1 Ramadhan 1445 H/2024 M."
Syafiatur Rohmah_Mahasiswa Matematika Universitas AirlanggaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H