Revolusi industri 4.0 bukan lagi barang baru di era sekarang. Pasalnya isu yang sudah semakin sering digembar-gemborkan oleh seluruh dunia, di Indonesia pun banyak diperbincangkan serta menjadi perhatian khusus bagi pemerintah. Karena tren di era revolusi industri ini berimbas pada dunia kerja serta ekonomi yang semakin menuntut masyarakat menjadi kreatif serta inovatif.
Sebuah keniscayaan yang semakin hari semakin jelas terlihat dari adanya era revolusi industri 4.0 ini. Tren revolusi yang menggabungkan teknologi otomatisasi dan teknologi cyber. Hal ini menandakan akan banyak peluang-peluang pekerjaan baru, salah satu contoh pekerjaan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya adalah hadirnya go-jek, Buka Lapak, dan lain sebagainya yang sudah bermunculan di Indonesia.
Selain bertambahnya lapangan kerja baru, tentu setiap kejadian atau perencanaan akan ada dampak baik serta buruknya. Munculnya revolusi industri ini juga berdampak pada akan berkurangnya jumlah pekerjaan nantinya, pasalnya dunia perindustrian akan lebih mengedepankan hasil kerja yang maksimal dengan biaya yang seminimalis mungkin. Hadirnya revolusi ini menawarkan adanya wacana pergantian manusia dengan  robotik agar perusahaan bisa maksimal dalam proses produksinya.
Hal ini sudah dibuktikan dengan digantikannya penjaga parkir dengan e-parkin, mobil tanpa pengemudi dengan menggunakan AI (Artificial Intelegensia), printing menggunakan laser dan lain sebagainya. Lalu bagaimana dengan nasib buruh diera revolusi industri ini ?
Keberadaan buruh terutama buruh pabrik adalah dampak dari sistem industrial serta kapitalisme yang sudah terjadi. Akan tetapi hadirnya revolusi industri 4.0 perlahan-lahan akan menghapuskan peranan buruh yang berkerja di pabrik yang digantikan oleh sistem kerja robotik. Sehingga hal ini menjadi sebuah tantangan baru yang harus siap-siap dihadapi oleh para buruh pabrik nantinya. Dikutip dari pinterpolitik.com menjelaskan laporan dari World Economik Forum Futur Of Jobs, perihal teknologi ini akan menghilangkan 7,1 juta lapangan kerja dan melahirkan 2,1 juta kesempatan karir baru.
Berdasarkan data diatas tentu akan menimbulkan keresahan bagi para kaum buruh serta para calon kaum buruh. Dengan keterbatasan keahlian yang dimiliki oleh para kaum buruh sekarang, tentu menjadi PR yang harus segera diselesaikan bukan hanya oleh masyarakat namun juga oleh pemerintah sebagai lembaga yang bertugas membentuk itu semua. Dengan kekuatan Sumber Daya Manusia (SDM) yang banyak, sebetulnya Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara lain.
Buruh sebagai salah satu komponen yang penting dalam dunia perekonomian negara, tentu harus memiliki daya saing yang baik. Dengan meningkatkan skill yang lebih dari yang mereka punyai sekarang, tentu jalan yang terbaik yang harus bisa di genjot dalam mempersiapkan persaingan di era revolusi industri ini. Karena buruh dituntut untuk bisa bersaing menjadi tenaga ahli di era revolusi industri ini.
Dunia pendidikan dan pelatihan bagi para buruh tentu menjadi urgensi bagi pemerintah. Dikutip dari validnews.c Berdasarkan data BPS Agustus 2017, tingkat tenaga kerja berdasarkan pendidikan di Indonesia didominasi oleh lulusan Sekolah Dasar (SD) ke bawah. Angkanya mencapai 50,98 juta orang atau 42,13%.
Adapun tenaga kerja lulusan SMP tercatat sebanyak 21,72 juta orang atau 17,95%, sekolah menengah atas (SMA) sebanyak 21,13 juta orang atau 17,46% dan sekolah menengah kejuruan (SMK) sebanyak 12,59 juta orang atau 10,40%. Sementara tenaga kerja lulusan Diploma I/II/III sebanyak 3,28 juta orang atau 2,71%, dan universitas sebanyak 11,32 juta orang atau 9,35%.
Dengan tingkat pendidikan buruh yang rendah tentu banyak menghasilkan tenaga kerja yang rendah pula, maka pelatihan-pelatihan bagi para buruh dengan mengedukasi tentang keahlian, kemandirian, dan kreatiftas masyarakat. Serta kemudahan akses modal dari pemerintah menjadi penting agar masyarakat bisa terus mengembangkan keahlian yang telah diberikan. Tentu dengan masyarakat yang mandiri dan bisa memanfaatkan kreatifitasnya, para kaum buruh akan tetap bisa bersaing dalam membantu perekonomian negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H