Menjadi mahasiswa dengan segala pernak-perniknya, mulai dari aktivitas perkuliahan, keikutsertaan dalam organisasi pergerakan merupakan pengalaman hidup yang sangat mengesankan. Apalagi, jika pengalaman itu terjadi di negeri rantau. Negeri yang jauh dari tumpah darah. Berikut kami sajikan aktivitas mahasiswa-mahasiswa dari Lumajang dan Jember yang berada di luar negeri.
Elita Sitorini, Jember
---
"Karena komitmen adalah sebuah loyalitas perjuangan". Adalah selarik kalimat yang ditulis Muhamad Syadid, seorang mahasiswa Universitas Al Azhar, Mesir. Sebuah lembaga pendidikan tertua di dunia, yang menjadi tempat jujugan pelajar seluruh dunia, yang ingin menimba ilmu agama Islam.
Di kota tempat Ramses II pernah berkuasa itu, naskah-naskah kuno, lembaran-lembaran masa lalu tentang sejarah peradaban umat Islam berikut pengetahuannya yang memikat, berkumpul menjadi satu.
Menjadi sebuah daya tarik intelektual yang agamis bagi pencinta teologi Islam. Tak mengherankan jika banyak anak-anak muda, khususnya yang mendalami teologi Islam akan menjadikan Mesir, dengan Al Azhar sebagai rujukan pertama, untuk memperdalam ilmu pengetahuan mereka. Di tempat ini pula, Habibburahman El Sirazy atau yang kerap dipanggil Kang Abik, menuliskan sebuah buku fenomenal tentang mahasiswa Al Azhar dalam Ayat-Ayat Cinta (AAC).
Kang Abik sendiri juga pernah menjadi mahasiswa di Al Azhar. Sehingga, dengan mudah dia menjabarkan kondisi mahasiswa asal Indonesia di negeri piramida itu. Di tempat yang sebagian besar berupa gurun pasir itu, Syadid, yang kini menjadi mahasiswa di Fakultas Teologi Islam (Ushuluddin) jurusan Tafsir merengkuh mimpi. Sejak tahun 2005, alumnus SMAN 2 Lumajang ini hijrah dari kota Pisang ke Negeri Piramida.
"Alhamdulillah, niat saya untuk memperdalam ilmu di sini terlaksana. Mudah-mudahan bisa lebih bermanfaat," katanya. Kesungguhan Syadid untuk mendapatkan jalan menuju Al Azhar bukan hal yang mudah. Apalagi, di sekolahnya dulu, tidak ada pendidikan agama secara spesifik.
Itu sebabnya, dia banyak memperdalam ilmu dari berbagai diskusi dan berguru di ma'had. Selepas SMA, dia pergi ke kota Pahlawan untuk menjalani pendidikan di Ma'had Umar Bin Al Khattab. Kemudian, dia melanjutkan perjalanan intelektualnya ke Ma'had Usman bin Affan Jakarta.
"Baru setelah itu, saya memperoleh kesempatan ke Al Azhar," tuturnya. Kesuksesan Syadid belajar di sebuah universitas tertua di dunia bukan diperoleh dengan perkara mudah. Dengan susah payah dan ketekunan serta niat yang menghunjam di dalam hati, dia terus menggali potensi dan kemampuannya. Belajar bahasa Arab dilakoninya untuk memperlancar komunikasi di Mesir. Begitu juga dengan kemampuan bahasa Inggris, sebagai bahasa internasional.
Di Mesir, Syadid tidak hanya mengisi kegiatannya dengan memperdalam ilmu pengetahuan di bidang agama saja. Di negeri orang, jangan harap mendapatkan banyak kemudahan seperti di negeri sendiri.