[caption id="attachment_328189" align="aligncenter" width="300" caption="Nawa Cita, Mampukah Menggerakkan Birokrasi?"][/caption]
Pelantikan presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi)- Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla (JK) tinggal 11 hari lagi. Tepat tanggal 20 Oktober 2014, Indonesia akan memasuki fase peralihan pemerintahan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono- Wakil Presiden Boediono. Masyarakat tidak sabar menunggu "kejutan" yang akan disajikan pemerintahan Jokowi-JK ke depan. Masyarakat menaruh harapan sangat besar kepada pemerintahan Jokowi-JK. Tentu kesejahteraan dan seluruh janji ketika kampanye yang terangkum dalam nawa cita jabaran visi misi Presiden Terpilih yang di tunggu.
Presiden terpilih Jokowi-JK mengaku sudah melakukan fit dan proper tes kepada calon menteri yang akan membantu kinerja kabinet yang konon diberi nama 'kabinet tri sakti'. Tim transisi telah melakukan penyaringan calon menteri. Dari ribuan nama mengerucut menjadi 200 nama dan mungkin sudah ada 34 nama yang akan mengisi pos jajaran kabinet. Ada 16 pos kementerian yang akan diisi kader partai koalisi Indonesia Hebat dan 18 pos diberikan kepada profesional.
Berandai-andai 34 pos kementerian sudah terbentuk dan diisi oleh orang yang benar-benar visioner baik dari kader partai maupun profesional. Mereka juga sudah membuat turunan dari nawa cita untuk dijadikan program dalam kementerian. Berapa lama rakyat akan merasakan tangan dingin Presiden Jokowi? Jakarta tidak bisa dijadikan rujukan karena masalah mendasar banjir dan macet masih belum tertangani. Belum lagi karakter permasalahan di Jakarta belum tentu sama dengan di Papua atau di Sumatera.
Presiden Jokowi-JK dan Menteri "profesionalnya" visioner yang ingin melakukan lompatan tapi perlu di ingat, pelaksana lapangan birokrasi. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi di lapangan. Apakah sanggup tangan dingin Jokowi-JK menggerakkan birokrasi sesuai dengan kecepatan yang diinginkan? Kita masih ingat aparat birokrasi Pemprov DKI Jakarta masih lamban dan kurang tanggap baik tingkat kelurahan maupun pemerintahan kota. Padahal hampir setiap hari blusukan Jokowi sebagai Gubernur ditayangkan media, masih saja ada lurah atau aparat birokrasi yang tidak ada di tempat. Menurut penulis itulah masalah pertama yang harus dihadapi Pemeritahan Presiden Jokowi, bukan DPR yang dikuasai Koalisi Merah Putih (KMP). Presiden Jokowi tidak perlu khawatir selama kebijakan pemerintahan atas kepentingan rakyat, DPR tidak bisa seenaknya bisa menjegal.
Tim Malaikat Staf Khusus Presiden
Jokowi-JK dan jajaran pembantunya akan selalu menerima laporan perkembangan program dari pelaksana program yang tidak lain aparat birokrasi. Dalam laporan tersebut selalu yang ditampilkan perkembangan yang bagus dan hanya sedikit sekali permasalahan. Mengandalkan media, semua sudah tahu terjadi fragmentasi tergantung kepemilikan media dan sponsor.
Jokowi bisa memaksimalkan staf khusus presiden sebagai malaikat yang melihat secara langsung kondisi riil lapangan. Dan akan melaporkan kepada Jokowi, sehingga memiliki second opinion bukan menerima laporan ABS (asal bapak senang). Apalagi project utama tol laut yang memakan waktu lama, perlu pengawasan berlapis karena project utama pemerintahan Jokowi-JK.
Perlu diingat postur APBN 2015, hanya 40 persen dari total APBN yang dimiliki pemerintahan Jokowi untuk mewujudkan tol laut dan nawa cita lainnya. Hampir separuh ada di pos belanja rutin yakni membayar gaji aparat birokrasi. Penekanan terhadap aparat birokrasi bekerja untuk kepentingan rakyat terus disuarakan. Apalagi gaji selalu naik hampir setiap tahun. Serta perlu dilakukan penghematan anggaran dinas luar yang konon merupakan tambahan pendapatan aparat birokrasi yang halal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H