Kompasiana nangkring dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) di kawasan kuningan pada Selasa (14/10) kemarin memberikan banyak informasi tentang masalah dan sekaligus solusi kependudukan Indonesia. Narasumber yang ahli di bidangnya yakni Sony B. Harmadi, Ketua Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Akbar Faisal, Deputi Tim Transisi serta Drs. Yunus Deputi Advokasi BKKBN membedah kondisi kependudukan.
nangkring kompasiana dengan BKKBN (dok.pri)
Acara yang mengangkat tema “Program Kependudukan dan Keluarga Berencana di Era Kepemimpinan Indonesia Raya” membedah tantangan kependudukan kedepan. Apakah bisa dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa atau justru menjadi bumerang. Sony menjelaskan untuk mencapai itu perlu sosialisasi yang intens kepada masyarakat. Terutama pengendalian jumlah penduduk dengan program keluarga berencana (KB) yang masih menganggap KB adalah alat kontrasepsi. Padahal KB atau family planning tidak lain untuk menyiapkan generasi penerus dengan kualitas lebih baik. Tentu tidak ada larangan untuk memiliki anak banyak, tetapi ada resiko yang akan ditanggung. Berbeda hasilnya jika keluarga memiliki family planning dengan yang tidak mempersiapkan. Biasanya yang tidak mempersiapkan akan menghadapi masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kasih sayang yang tidak merata antara satu dengan anak lain sehingga melampiaskan dengan kegiatan negatif dan banyak lagi. Sementara masalah negara, semakin banyak penduduk, kebutuhan tempat tinggal akan bertambah terpaksa mengubah lahan pertanian menjadi perumahan. Lahan pertanian semakin menyempit, persediaan pangan terbatas dan bertambahnya kebutuhan infrastruktur lainnya. Pertumbuhan penduduk yang semakin banyak menimbulkan efek domino yang cepat ke berbagai sektor.
Sony sebagai pakar demografi juga menjelaskan potensi bonus demografi yang diterima Indonesia dikarenakan pada tahun 2045 penduduk usia produktif menjadi mayoritas dibanding usia non produktif. Pemerintah hanya perlu menyiapkan formula kebijakan untuk menangkap peluang tersebut.
“Contoh Korea Selatan dan Tiongkok yang memanfaatkan bonus demografi berubah menjadi seperti sekarang, padahal 10 tahun lalu, orang pakai HP samsung tidak bangga sekarang untuk disebut gaul pakai samsung. Tidak kalah bersaing lenovo dan produk China menguasai pasar dunia, Jepang sudah mati karena penduduknya kebanyakan usia tidak produktif,” papar Pria asal Surabaya ini.
Kementerian Kependudukan
Untuk itu perlu mempersiapkan segala instrumen menghadapi bonus demografi. Sebuah kementerian kependudukan perlu dibentuk oleh pemerintahan Presiden terpilih Joko Widodo dan Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla. Memang dampak dari kementerian kependudukan tidak tampak dalam waktu dekat, tetapi ini akan menjadi dasar kebijakan pemerintah dalam menjalankan program mulai dari infrasruktur, pangan, kesehatan dan lainnya. Mengapa diperlukan sebuah kementerian? Tidak cukupkah BKKBN? Tentu posisi kementerian dengan badan lebih berpengaruh bentuk kementerian, karena bisa mengajukan rancangan peraturan pemerintah dan bisa mengadvokasi secara langsung. Dan yang terpenting, Kementerian Kependudukan akan memberikan dasar pengambilan kebijakan di kementerian teknis. Selama ini program-program pembangunan untuk penduduk tetapi tidak memperhatikan objek pembangunan. Pembangunan infrastruktur misalnya, tanpa pertimbangan kependudukan seperti asal bangun, tidak mengetahui berguna bagi berapa orang. Bidan Kesehatan, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), nyaris di setiap daerah tidak tepat sasaran bagi warga miskin. Begitupun dengan bidang pendidikan yang masih banyak infrastruktur sekolah yang kurang layak dan siswa yang harusnya menerima beasiswa tidak dapat. Bidang yang lain pertanian, perikanan dan perumahan masih perlu data kependudukan untuk menggapai sasaran.
Berita positif datang dari tim transisi yakni perlu dibentuk sebuah Kementerian Kependudukan untuk menunjang pemerintahan Jokowi-JK. "Ada dua yang diajukan yakni kementerian kependudukan dan agraria," jelas politisi Nasional Demokrat.
Dengan data kependudukan dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan, kecil kemungkinan kebijakan tersebut meleset. Kecuali data kependudukan yang diberikan kurang akurat. Kementerian Kependudukan akan bisa dilihat hasilnya 15 – 20 tahun kedepan. Ketika bonus demografi ditangani dengan kebijakan yang tepat, tidak mustahil akan menyalip Korea Selatan dan Tiongkok dan menjadi pemain global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H