Mohon tunggu...
syamsud dhuha
syamsud dhuha Mohon Tunggu... profesional -

Pemuda, pembelajar dan penulis biografi lepas

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Hore...Perekonomian Indonesia Masuk 10 Besar Dunia

7 Mei 2014   18:03 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:46 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_306369" align="aligncenter" width="300" caption="Pengangguran Profesional (www.acehterkini.com)"][/caption]

Data Internasional Comparison Program, afiliasi Bank Dunia menempatkan perekonomian Indonesia berada di urutan 10 besar dunia (Kompas, 6/5). Bersama Tiongkok dan India, yang berada diurutan kedua dan ketiga Indonesia muncul sebagai kekuatan ekonomi baru di dunia. Lompatan revolusioner Indonesia sebagai emerging economies. Beberapa lembaga internasional memberikan label negara layak investasi. Tentu ini merupakan sebuah prestasi yang patut diapresiasi karena Indonesia mampu melewati banyak tantangan ekonomi global. Jika melihat tren positif pertumbuhan PDB beberapa waktu ke depan masuk lima besar dunia.

Posisi 10 besar dunia tentu memiliki konsekuensi. Kian besar skala ekonomi ekonomi, maka otomatis kian besar tantangan  yang menuntut kelihaian kebijakan baru terutama untuk mengatasi keleemahan dan tantangan ke depan. Peran serta Indonesia dalam internasional akan semakin di nanti, terutama prakarsa menjaga kestabilan ekonomi global. Dan tidak kalah hebat harus mampu menjawab tantangan dalam negeri.

Salah satu tantangan dalam negeri adalah Meningkatkan pendapatan per kapita. Dimana pendapatan per kapita ternyata ada di urutan ke-107 dunia. Benar-benar menjadi sebuah ironi, PDB masuk 10 besar sementara peringkat per kapita di urutan ke-107. Mengapa demikian? Karena terjadi disparitas antara pendapatan atas dengan menengah dan bawah yang sangat jauh. Hampir separuh penduduk berada di garis kemiskinan (mulai dari sangat miskin hingga rentan miskin).

[caption id="attachment_306370" align="aligncenter" width="300" caption="manufaktur (wartaekonomi)"]

1399435228342135508
1399435228342135508
[/caption]

Kok bisa ekonomi tinggi, kemiskinan juga tinggi? Ada sesuatu yang (di)lupa(kan) dalam pembangunan selama ini. Perekonomian yang menopang pertumbuhan ekonomi selama ini masih tergantung pada sektor "pemerkosaan" sumber daya alam (SDA). Di eksport tanpa memberikan nilai tambah untuk simulasi modal fisik. Mulai sisi hulu hingga hilir di dominasi peran swasta, peran negara sesuai dengan amanah UUD 1945 nyaris lenyap (bahasa Prof. Ahmad Erani Yustika). Di waktu yang sama kita alpa dalam mempersiapkan modal manusia. Dua dekade reformasi pembangunan masih dengan konsep yang sama dengan orde baru. Memang di tahun terakhir pemerintahan ini lahir Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pengolahan Minerba.Ini sebuah kemajuan yang kembali harus diapresiasi.

Ekonomi Sehat
Penekanan pembangunan yang dijargonkan pemerintah yakni pro growth, pro job, pro poor dan pro environment perlu diteruskan. Seluruh jajaran pemerintah selayaknya menjadikan sebagai dasar kebijakan. Perlu penekanan sektor berbasis kekuatan dalam negeri dengan penambahan nilai serta penyerapan tenaga kerja seperti sektor manufaktur dan pertanian secara menyeluruh. Dengan demikian diharapkan pertumbuhan ekonomi kuat, sehat dan berdaya saing. Sehingga kita mampu mengatasi distorsi dan penyakit kronis ekonomi berupa pengangguran dan kemiskinan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun