Mohon tunggu...
syamsud dhuha
syamsud dhuha Mohon Tunggu... profesional -

Pemuda, pembelajar dan penulis biografi lepas

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Motor Biang Keladi Kemacetan di Rasuna Said, Itu Sesat

22 Agustus 2017   09:26 Diperbarui: 22 Agustus 2017   11:56 6023
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta beberapa pekan ini menguji coba pelarangan pengemudi motor sepanjang jalan rasuna said sampai simpang kuningan dan sepanjang jalan Sudirman hingga Bundaran Senayan. Secara blak-blakan melalui Dinas Perhubungan pelarangan dilakukan dikarenakan motor sebagai biang keladi kemacetan selama ini di Jakarta. Jika ingin ke area tersebut para pengemudi 'dipaksa' naik transportasi umum. Kira-kira begitu isi konferensi pers yang dilakukan Dinas Perhubungan DKI Jakarta.

Mobil Pribadi Kuasai Jalanan

Entah kajian darimana motor sebagai biang kelas kemacetan di ibu kota yang dijadikan dasar Pemprov DKI Jakarta, padahal secara kasat mata jumlah mobil pribadi yang sehari-hari memenuhi jalanan Jakarta. Penulis yakin kebijakan ini tidak terlalu matang seperti dipaksakan. Bukan rahasia umum angkot di ibu kota kondisinya kurang memadai kopaja, metromini, dan angkotan yang lain yang telah berumur masih leluasa berkeliaran menguasai jalanan Jakarta. 

Ada busway yang seperti diketahui jumlahnya terbatas, anda bisa lihat saat pagi dan sore antrian di halte busway mengular sampai ke tangga halte di hampir semua halte di daerah rasuna said dan sudirman. Belum lagi kedatangan busway yang tidak bisa ditebak. Untuk kesekian kali Pemprov DKI Jakarta seperti memaksakan kehendak tanpa menyiapkan pelayanan kepada publik pengemudi motor berupa persediaan transportasi umum yang memadai.

Kemacetan merupakan satu masalah klasik yang terjadi di Ibu Kota Jakarta selain banjir. Jika pemerintah serius membuat kebijakan yang benar-benar untuk mengurai kemacetan di daerah yang disebutkan diatas maka riset dan kajian harus dilakukan untuk perumusan yang benar-benar bijak bagi masyarakat. Sebagaimana disebut William Dunn kebijakan dibuat melalui sebuah rangkaian analisa,perumusan,implementasi dan evaluasi (Solichin, 2011). Dimana setiap fase ada pakar kebijakan yang membidangi dan itu harus diujikan sebelum diputuskan melalui stakeholder yang didalamnya masyarakat sendiri.

Jika Pemerintah Serius

Penulis nilai Pemprov DKI Jakarta tidak serius mengatasi masalah kemacetan. Jika serius Pemprov DKI Jakarta bisa membuat aturan kepemilikan mobil pribadi. Pengetatan kredit mobil yang sangat longgar, pembatasan tahun pembuatan mobil, kepemilikan lahan garasi dan penataan transportasi umum yang memadai. Kita jabarkan satu per satu pertama, faktanya orang memiliki uang Rp 10-20 juta bisa membawa pulang mobil baru dari dealer, memang kewenangan ada di Kementerian Keuangan tapi Pemprov DKI Jakarta bisa melobi bahwa aturan leasing khusus Jakarta lebih diperketat. 

Mobil yang beredar mulai zaman baheula melenggang di jalanan ibu kota, ini juga jadi masalah yang perlu diatasi dengan membuat pembataan peredaran tahun pembuatan mobil 10 tahun terakhir misalnya. Ketiga, bukan rahasia umum jika di Jakarta penduduk tidak memiliki garasi tapi punya mobil, ini bisa dijadikan syarat pengajuan leasing. Keempat, kondisi angkot ditata agar menarik bagi masyarakat untuk pindah dari mobil pribadi menggunakan angkot.

Satu kebijakan untuk mengurai satu masalah,tidak bisa satu kebijakan untuk mengatasi semua masalah. Dalam kemacetan seperti diuraikan diatas mengandung beberapa masalah. Memang prosedurnya panjang namun jika dilakukan output kebijakan benar-benar melalui pengujian yang memadai sehingga hasilnya tidak 'dipaksakan'. Dan saya yakin para pakar kebijakan yang ada di Jakarta mau memberikan saran terbaiknya untuk kemaslahatan ibu kota.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun