Foto Ilustrasi. Sumber: PIXABAY/Tim_Jacob_Hauswirth
OPINI: Radio dan Televisi Indonesia di Tengah Penyiaran Fakta dan Pedoman Perilaku Penyiaran
Oleh: Syachwaldan Rizky Fadillah Vidayat
Seperti yang sudah kita ketahui bersama, Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menggelar demonstrasi di depan gedung DPR/RI pada Senin (11/4/2022). Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk pengendalian terhadap pemerintah supaya menjalankan program sesuai tujuan.
Merespon hal itu, berbagai media penyiaran seperti radio dan televisi bergerak cepat dalam menyampaikan berita tersebut. Akan tetapi, apakah penyiaran yang dilakukan oleh media itu sudah sesuai dengan standar penyiaran di Indonesia?
Secara garis besar, bila ditinjau berdasarkan kode etik jurnalistik, berita yang disampaikan memang sudah akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Hal ini menunjukkan bagaimana profesionalitas media dalam menyiarkan sebuah berita.
Namun, bila ditinjau dari Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) terdapat satu poin yang perlu didiskusikan lebih lanjut. Poin itu terkait penyiaran yang menonjolkan unsur kekerasan.
Bila mau sedikit membuka catatan pada demo 2019 yang lalu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sempat meminta lembaga penyiaran untuk tidak menyiarkan tayangan bermuatan kekerasan dalam liputan aksi demonstrasi.
Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis pada saat itu menjelaskan bahwa situsiasi yang terjadi saat itu (demo) harus disikapi lembaga penyiaran dengan menyiarkan informasi yang positif dan menyejukan.
Menurut dia, lembaga penyiaran memiliki tanggung jawab untuk menjaga keutuhan bangsa dan menjaga rasa aman masyarakat dengan pemberitaan yang proposional.
Penjelasan ini tentu membuat lembaga penyiaran berada di tengah kebimbangan antara menyiarkan fakta yang ada di lapangan dengan sebenar-benarnya atau mematuhi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) terkait muatan kekerasan yang sebetulnya belum jelas batasannya.