keuangan kepada individu dan kelompok yang kesulitan mendapatkan pembiayaan dari lembaga keuangan formal, seperti bank. Di era digital saat ini, teknologi finansial (FinTech) telah membuka peluang baru untuk memperluas layanan microfinancing, dengan menyediakan akses yang lebih cepat dan mudah bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM). Artikel ini membahas bagaimana FinTech berperan dalam memajukan microfinancing sebagai peluang penting dalam pengembangan usaha di Indonesia.
Microfinancing telah lama menjadi solusi untuk memberikan aksesUMKM (Usaha Kecil Menengah) sering kali menghadapi berbagai tantangan dalam mengembangkan usahanya, salah satunya adalah keterbatasan akses modal. Microfinance hadir sebagai solusi inovatif untuk mengatasi kendala tersebut. Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang microfinance, mulai dari pengertiannya, sejarah perkembangannya, hingga berbagai jenis dan manfaat yang dapat diberikan, terutama bagi para pelaku UMKM.
Definisi Microfinancing
Dilansir dari laman investopedia.com Microfinancing merupakan layanan keuangan yang dirancang untuk membantu individu atau kelompok dengan pendapatan rendah yang tidak dapat mengakses layanan perbankan tradisional untuk melakukan kredit. Layanan ini mencakup berbagai produk keuangan seperti pinjaman, tabungan, transfer uang, dan asuransi, dengan ukuran yang lebih kecil dan persyaratan yang lebih mudah dijangkau dibandingkan dengan layanan perbankan konvensional.
Menurut kementrian keuangan republik indonesia, Microfinancing adalah salah satu layanan FinTech yang menyediakan layanan keuangan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Masyarakat dari golongan ekonomi ini kebanyakan tidak memiliki akses ke institusi perbankan, maka mereka pun mengalami kesulitan untuk memperoleh modal usaha guna mengembangkan usaha atau mata pencaharian mereka. Microfinancing berusaha menjembatani permasalahan tersebut dengan menyalurkan secara langsung modal usaha dari pemberi pinjaman kepada calon peminjam.
Sejarah Singkat Microfinancing
Di Indonesia, microfinance memiliki sejarah yang cukup panjang. Pada masa penjajahan Belanda, sistem keuangan diawasi secara ketat oleh pemerintah Hindia Belanda melalui bank-bank yang ada saat itu.
Pada akhir abad ke-19, seorang patih dari Purwokerto, Raden Bei Wiriaatmadja, mendirikan lembaga perkreditan rakyat bernama Hulp en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren (Bank Bantuan dan Tabungan Pegawai). Tak lama kemudian, seorang Belanda bernama De Wolf van Wester Rode mengubah lembaga ini menjadi Bank Rakyat. Sekitar tahun 1898, para petani di Jawa mulai mendirikan Lumbung Desa sebagai tempat simpan pinjam, namun kala itu komoditas padi yang digunakan sebagai alat tukar, bukan uang.
Pada tahun 1904, dengan semakin luasnya penggunaan uang, didirikanlah Bank Desa atau Bank Kredit Desa (BKD). BKD bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memberikan kredit. Lembaga ini kemudian digabung dengan AVB (Algemene Volkscredietbank).
Setelah Indonesia merdeka, AVB bertransformasi menjadi BRI (Bank Rakyat Indonesia). Meski beroperasi sebagai bank komersial, BRI tetap berkomitmen menyediakan kredit mikro bagi masyarakat pedesaan. Sejak itu, pemerintah mulai mendirikan bank dan lembaga keuangan serupa di berbagai provinsi di Indonesia.
Cara kerja Microfinancing
Menurut microfinancing partner in africa Lembaga keuangan mikro, seperti bank, organisasi nirlaba, atau koperasi, menargetkan kelompok yang kurang beruntung, sering kali perempuan atau mereka yang tinggal di wilayah miskin. Individu-individu ini mungkin memiliki keinginan untuk berwirausaha, tetapi tidak memiliki jaminan atau riwayat kredit yang mendukung. Keuangan mikro memberikan pinjaman dalam jumlah kecil yang disesuaikan dengan kebutuhan peminjam, mulai dari beberapa dolar hingga ratusan dolar. Pinjaman ini memungkinkan penerima untuk memulai atau mengembangkan usaha, membeli peralatan, atau berinvestasi dalam pendidikan mereka.
Keuangan mikro menitikberatkan inklusivitas dengan persyaratan minimal, seperti dokumen dan agunan. Sebagai alternatif, pinjaman kelompok sering digunakan, di mana peminjam membentuk kelompok kecil untuk saling mendukung dan bersama-sama bertanggung jawab atas pengembalian pinjaman. Ini mendorong rasa tanggung jawab kolektif. Lembaga keuangan mikro juga sering menggabungkan layanan keuangan dengan edukasi, mengajarkan keterampilan penting seperti menabung, pengelolaan anggaran, dan manajemen bisnis untuk memberdayakan peminjam dalam mencapai pertumbuhan berkelanjutan.
Bekerjasama bersama Bank melalui KUR
Dilansir dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Pada tahun 2021, Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi bagian dari Program Pemulihan Ekonomi Nasional. Pemerintah bekerja sama dengan 46 penyalur, termasuk bank pemerintah, bank swasta, BPD, perusahaan pembiayaan, dan koperasi simpan pinjam untuk memperluas akses KUR ke masyarakat. Selain itu, 10 lembaga penjamin kredit mendukung program ini untuk memastikan kehati-hatian dalam penyaluran kredit, sementara pengawasan dilakukan oleh OJK dan BPKP untuk menjaga penerapan Good Corporate Governance. Pemerintah melalui beberapa kementerian, termasuk Kemenko Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Koperasi dan UKM, dan kementerian lainnya, terlibat dalam pelaksanaan KUR.
Keuntungan Microfinancing Berbasis FinTech
Microfinancing yang berbasis teknologi finansial (fintech) menawarkan berbagai keuntungan, antara lain:
- Akses Keuangan yang Lebih Mudah: Dengan sistem digital, fintech memungkinkan masyarakat untuk mengakses lembaga keuangan kapan saja dan di mana saja, asalkan memiliki koneksi internet yang baik.
- Transaksi Keuangan yang Praktis: Pengguna dapat melakukan transaksi tanpa harus mengunjungi bank atau ATM, menjadikan proses lebih efisien.
- Akses Modal Usaha yang Lebih Baik: Fintech berperan sebagai perantara antara pemberi dan penerima modal secara digital, yang memungkinkan pelaku usaha mikro untuk mendapatkan dukungan finansial yang dibutuhkan.
- Percepatan Perputaran Ekonomi: Kemudahan akses dan transaksi keuangan dapat mempercepat arus ekonomi, menjadikannya lebih cepat dan praktis.
- Dukungan untuk UMKM: Fintech memberikan bantuan kepada UMKM dalam berbagai aspek operasional, termasuk transaksi pembayaran, investasi, pembiayaan, asuransi, dan keamanan infrastruktur.Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat: Akses terhadap pendanaan yang lebih baik memungkinkan masyarakat untuk menggunakan dana tersebut untuk kegiatan konsumtif maupun produktif yang diinginkan.
Tantangan dalam Implementasi MicrofinancingÂ
Dikutip dari (Bathineedi, 2024) Microfinancing yang berbasis fintech, menghadapi beberapa tantangan utama:
- Suku Bunga Tinggi: Suku bunga pada lembaga keuangan mikro sering lebih tinggi dibandingkan bank tradisional, menyulitkan peminjam dalam pengelolaan utang.
- Ketergantungan pada Sistem Perbankan: Terdapat ketergantungan yang signifikan pada sistem perbankan untuk pendanaan, yang dapat menyulitkan akses ke layanan keuangan.
- Risiko Utang Buruk: Pinjaman tanpa agunan meningkatkan risiko gagal bayar, menambah beban bagi pemberi pinjaman.
- Aksesibilitas: Peminjam di daerah pedesaan sering tidak mengetahui keberadaan MFI, membatasi dukungan finansial yang mereka butuhkan.
- Kurangnya Informasi: Perpindahan peminjam antar grup pinjaman sambil menunggak pembayaran dapat mengakibatkan kurangnya data yang tepat mengenai perilaku keuangan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H