Mohon tunggu...
Wisnu Pitara
Wisnu Pitara Mohon Tunggu... Guru - Sekadar membaca saja

Sekadar berbagi melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Benarkah Nabi Ibrahim Membunuh Anaknya?

20 Juni 2024   13:30 Diperbarui: 20 Juni 2024   13:34 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasar hewan arab Saudi (Foto: detik.com/22/6/2023)

Hajar bukan orang kota yang terbiasa dengan kehidupan mudah, tetapi seorang turunan bangsa Afrika yang sudah terbiasa hidup di tengah kerasnya alam padang pasir. Tentu dengan cucuran air mata, Ibrahim terpaksa merelakan mereka berdua untuk ditinggalkan di tanah gersang di antara perbukitan batu. Menurut pemikirannya, mungkin hal itu lebih baik daripada setiap hari harus terjadi keributan dengan Sarah, istri pertama, yang memang berasal dari keluarga ningrat.

Sejenak Nabi Ibrahim merasa lega meskipun dengan rasa pilu sebagai seorang ayah harus tega meninggalkan seorang anak masih sangat kecil. Namun karena dengan kondisi demikian anak kecil ini dekat ibunya, jadi berkurang rasa kekhawatirannya. Seorang ibu akan sangat menyayangi dan menjaga anaknya dari berbagai hal, baik untuk pertumbuhan anaknya, maupun dari berbagai ancaman terhadap keselamatan.

Mengorbankan Anak Laki-laki

Setelah kepergian istri dan anaknya, aktivitas Nabi Ibrahim dalam menyampaikan dakwah kepada umat di sekitar kediaman nampak seperti biasa saja. Sekali-kali dia melakukan perjalanan jauh untuk sekedar melepaskan rindu dan menjenguk anaknya yang ditinggalkan di tempat yang sepi. Suatu saat setelah melakukan perjalanan jauh untuk menemui anak dan istrinya di daerah Makkah, ternyata tidak bisa bertemu dan hanya mendapati rumah dalam keadaan kosong.

Setelah mencoba menunggu hingga beberapa hari pun, tidak juga bisa bertemu. Saat menanyakan kepada beberapa orang yang dianggap bertetangga pun mereka tidak mengetahui keberadaan istri dan anaknya. Tentu saja pada waktu itu tidak tersedia alat komunikasi seperti saat ini yang bisa digunakan untuk mencari tahu dimana keberadaan mereka. Terpaksa dia hanya bisa sekadar memberikan tanda di rumah istri dan anaknya, bahwa dia sempat mengunjungi namun apa daya tidak sempat bertemu. Pulanglah dia kembali ke rumahnya yang berjarak sekitar 1.500 KM.

Setelah pulang kembali dan menempuh perjalanan jauh untuk menjenguk anaknya, Nabi Ibrahim melakukan peribadahan dan dakwah kembali, seperti halnya para ulama dan pendakwah di tengah-tengah umatnya. Di balik itu, tidak bisa dipungkiri dan ditutup-tutupi, dia selalu dihinggapi rasa rindu kepada anak laki-laki satu-satunya, yang berada di tempat yang sangat jauh. Tentu tidak pernah melewatkan kesempatan dalam doanya agar istri dan anak laki-laki yang berada di tempat jauh, selalu diberikan lindungan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Di tengah-tengah kekhusukan doa dan ibadahnya, tak disangka Nabi Ibrahim justru mendapatkan mimpi untuk mengorbankan anak laki-laki satu-satunya itu. Sudah tentu dia menjadi bingung, bagaimana tidak, dia anak satu-satunya dan sekarang berada di tempat yang sangat jauh. Di dalam mimpi di tengah tidurnya, dia disuruh untuk mengorbankan anaknya itu. Tentu saja dia tidak percaya begitu saja dengan isi mimpinya, di mana Nabi Ibrahim membunuh anaknya. Bahkan, mimpi itu malah berulang sampai 3 kali berturut-turut.

Setelah merenung dan mengingat bahwa mimpi itu berulang, maka yakinlah dia, bahwa ini bukan sekadar mimpi, tetapi merupakan perintah dari Tuhan melalui perantaraan mimpi. Bagi seorang utusan Tuhan, keikhlasan dan keridaan dalam melaksanakan perintahlah yang terpenting.

Setelah memantabkan hati, maka berangkatlah dia kembali menuju ke Makkah tempat anak laki-laki dan istrinya tinggal. Sesampai di tempat anak laki-lakinya, disampaikanlah tentang mimpi itu kepada sang anak. Tidak diduga bahwa anak laki-laki satu-satunya itu justru sangat mendukung untuk dengan segera ayahnya melaksanakan perintah Tuhan itu (QS As Saffat 37:102-106).

Tidak seorang pun tahu bagaimana detik-detik bapak-anak ini melaksanakan perintah Tuhan-nya. Ayat Al Quran, QS As Saffat 37:107-108 mengabarkan bahwa, “Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian.” Pada akhirnya Allah mengganti pengorbanan anak laki-laki Ibrahim ini dengan hewan sembelihan, dan bukan kurban seorang anak manusia. Peristiwa ini diabadikan sebagai simbol ketaatan seorang manusia kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Penutup

Hari Raya Idul Adha dikenal sebagai Hari Raya Kurban, selalu dirayakan oleh umat Islam dan ditandai dengan penyembelihan hewan kurban, baik unta, sapi, maupun domba. Peribadatan ini dilaksanakan untuk memperingati dan mengikuti jejak Nabi Ibrahim dalam ketaatan dan keikhlasan melaksanakan perintah Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa. Keteladanan simbol ketaatan dengan niat Nabi Ibrahim membunuh anak laki-laki satu-satunya dan dikorbankan. Tentu ini sebuah simbol ketaatan yang sangat berat dalam ranka melaksanakan perintah Allah.

Keikhlasan hati Nabi Ibrahim masih selalu diperingati bahkan setelah berlalu lebih dari 4.000 tahun sampai sekarang. Bagi umat Islam sekarang tentu bukan mengorbankan seorang anak manusia, tetapi berkorban dengan unta, sapi, ataupun domba, dengan daging hewan tersebut dibagikan kepada orang-orang sekitar maupun yang membutuhkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun