Mohon tunggu...
Swiss German University Official
Swiss German University Official Mohon Tunggu... -

Swiss German University Prominence Tower Campus Jalan Sutera Barat Kav 15, Alam Sutera, Tangerang Marketing Hotline: +62 811-8010-600

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Guru Mapan Juga Pahlawan (Bagian 2)

28 Februari 2017   10:13 Diperbarui: 28 Februari 2017   10:22 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan berikut adalah ulasan mengenai sosok Ivan Kartawiria, dosen Swiss German Unversity (Life Science Departement) yang bergelut di bidang pendidikan, namun diiringi dengan aplikasi ilmu pengetahuan tersebut dalam berbagai bidang, termasuk stand up comedy.

Salah satu media yang dia gunakan dalam mendidik para muridnya adalah dunia Stand up Comedy. Meski memiliki berbagai kesibukan, dia menyempatkan diri untuk menggeluti dunia stand up comedy. Pak Irvan memilih dunia stand up comedy bukanlah tanpa alasan, dia ingin menunjukan kepada semua orang dan khususnya kepada para muridnya bahwa dengan dispilin dan ketulusan yang tinggi maka dalam hidup, kita harus dan dapat melakukan keseimbangan hidup. Belajar itu bagus, bekerja juga bagus, tapi bukan berarti kita harus membunuh waktu di kehidupan kita hanya dengan hal-hal tersebut. Kegiatan-kegiatan lain yang sifatnya penyeimbang juga perlu dilakukan demi mendapatkan kehidupan yang sukses namun tidak semu. Dan dia menunjukan bahwa ke dua hal tersebut bisa dilakukan dan bersandingan dengan baik tanpa harus merusak atau merugikan satu sama lain.


Pak Irvan memilih sains sebagai karakter dari materi dari semua aksi panggung stand up comedy nya. Sebuah tema yang tidak lazim untuk bersandingan, sains dan komedi. Namun dia ingin menunjukan sisi lain dari sains, sehingga orang-orang memiliki sudut pandang yang berbeda terhadap sains, tidak hanya sudut pandang yang menganggap sains itu sulit, kaku dan tidak menarik. Dia ingin menunjukan kepada semua orang bahwa di balik penampakan yang menjelimet, sains memiliki sisi-sisi yang lucu dan menarik.
Scientiae Comedium merupakan nama aksi panggung tunggal tahunan yang dia buat, yang berisi materi-materi sains dari sudut pandang komedi. Pada tanggal 28 November 2015 merupakan pementasan tahun ke dua dari Scientiae Comedium, dan mungkin dia adalah satu-satunya sosok di Indonesia yang berani konsisten di dunia stand up comedy dengan mengusung tema sains.

Sosok Bapak Irvan Kartawiria bersama pedang kayu miliknya. Swiss German University. November 2015.
Sosok Bapak Irvan Kartawiria bersama pedang kayu miliknya. Swiss German University. November 2015.

Media lain yang dia gunakan untuk mendidik para muridnya adalah dunia olahraga. Dia membentuk kegiatan Kendo di lingkungan kampus. Kegiatan cuma-cuma tersebut dia dirikan sebagai bentuk interaksi dalam mendidik dan menanamkan jiwa sportivitas pada diri para murid. Menurut dia, jiwa sprotivitas sangat penting untuk ditanamkan di dalam diri para generasi muda. Dan sangat sulit menanamkan dan mendidik jiwa sportivitas di dalam diri para murid bila interaksi hanya dilakukan di dalam kelas atau laboratorium.


Para murid, khususnya para mahasiswa menghabiskan sebagian besar waktunya di lingkungan kampus, dan artinya di masa perkembangan mental dan karakternya para mahasiswa sangat bergantung pada apa yang bisa dia serap dan apa yang bisa dia terima di lingkungan kampus. Hal itulah yang mendasari Pak Irvan untuk meluangkan waktu berinteraksi lebih banyak dengan para muridnya di berbagai bidang, termasuk bidang olahraga.


Pak Irvan selalu mensisipkan petuah-petuah khasnya yang ringan namun bermanfaat di sela-sela latihan Kendo. Meski dia merupakan orang yang humoris, tapi jangan ragukan kedisiplinan dan ketegasan dia saat melatih Kendo. Namun meski disiplin dan tegas saat melatih, itu tidak berarti dia tidak bisa membuat suasana latihan menjadi suasana yang menyenangkan.


Pak Irvan memang bukan sosok guru yang menderita, bukan pula sosok guru yang menerima upah kecil, serta bukan sosok guru yang hidup miskin dan anti kemapanan. Pak Irvan mengabdikan diri di dunia pendidikan yang tetap bisa memberi kemapanan finansial kepada dia. Namun apakah hal itu menyebabkan Pak Irvan kehilangan kesempatan menjadi sosok guru yang layak diposisikan sebagai pahlawan? Saya rasa tidak, sosok kepahlawanan seorang guru melewati batas dimensi materi dan uang, sosok kepahlawanan seorang guru memiliki dimensi yang jauh lebih agung dari sekedar dimensi materi, uang dan imbalan. Ketulusan dan dedikasi yang berikan kepada dunia pendidikan demi menciptakan generasi-generasi masa depan, membuat seorang guru layak menyandang gelar pahlawan, tanpa perlu kita singgung apakah dia mapan atau miskin, apakah dia mendapatkan imbalan yang setimpal atau imbalan yang seadanya, apakah dia menderita atau dia bahagia.
Bapak Irvan hanyalah salah satu contoh dari guru yang memang mapan secara upah, namun tetap layak dianggap sebagi pahlawan karena ketulusan dan dedikasihnya untuk dunia pendidikan.

Tulisan oleh Tabligh Permana (Coordinator Laboratory Assistant - Life Science DepartmentSwiss German University) diambil dari blog beliau. 

SUMBER

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun