Agus Supriyanto lulus pada tahun 1985 dari sekolah tinggi seni karawitan (ASKI) di Surakarta, Dia memilih UNNES sebagai tempat belajar serta mengembangkan bakat tarinya. Tahun 2001 berhasil menjadi sarjana pendidikan di UNNES Semarang membuatnya semakin tertantang untuk mengeksplor tubuhnya.Dia telah melewati proses berkreativitas hingga melahirkan insiprasi untuk mewujudkannya dalam gerak indah dan bermakna.dari proses berkreatifitas tersebut terlahir beberapa bentuk tari kreasi yang didaku sebagai tari khas kota semarang. Kehadirannya sebagai sosok koreografer menunjukkan bahwa beliau mampu menjadi seniman yang mumpuni dan patut dihargai. Lewat proses kreatifitasnya, Agus Supriyanto dapat menyampaikan idea tau gagasan, simbol etik dan estetiknya, suatu hal yang menuntut segenap kemampuan jiwa dan raga. Kenyataan bahwa banyak seniman kecil yang berbobot yang memiliki peran yang besar dalam pembangunan seni di Semarang didalamnya termasuk Agus Supriyanto. Peran penariatau koreografer dalam perjalanan tari di Semarang sangatlah penting. Salah satunya menjadi tonggak denyut jantung seni saatitu. disamping sebagai ‘peran publik’ itu mereka menyandang ‘peran domestik’ yang terkait dengan kehidupan di dalam rumah tangga, sebagai suami, ayah, dan sebagai anggota masyarakat. Melalui peran publik yang dilakukannya, pria kelahiran porworejo ini menempatkan dirisebagai penopang ekonomi keluarga.
Peran Agus Supriyanto sebagai pencipta sekaligus pelestari tari Semarangan, tampak pada berbagai aktifitas yang dilakukan dalam belajar, mengembangkan serta menyebarluaskan. Perkalanan kesenimanan memperlihatkan bahwa keterlibatannya dalam seni pertunjukkan tari di semarang mengandung upaya pencarian identitas untuk kota semarang secara kreatif agar dapat dinikmati oleh masyarakat local serta mancanegara.Walaupun dalam kondisi di lapangan perhatian untuk seorang seniman seperti beliau masih saja dipandang sebelah mata, akan tetapi bagi saya pribadi, beliau adalah inspirator bagi seniman-seniman muda untuk tetap berkreativitas demi kepuasan batin. beliau selalu berkreatifitas dan berinovasi tanpa mempedulikan opini-opini negatif. untuk itu, dalam perspertif ini, instansi dan lembaga seni mampu menempatkan diri sebagai wadah sekaligus fasilitator bagi seniman untuk menghasilkan karya yang orisinal secara profesional. Penghargaan terhadap karya dan hak cipta orang lain merupakan keniscayaan sekaligus wujud apresiasi terhadap khazanah seni dan budaya. Suatu karya seni (Tari Semarangan, misalnya) pada taraf tertentu sudah menjadi milik bersama masyarakat (seni) Kota Semarang. Namun, dalam konteks penciptaan, hak cipta karya tersebut tetap ada pada sang kreator. Dan, hal itu semestinya dihormati dan dilindungi. Apalagi jika mengingat jasa kreator sendiri untuk loyalitasnya terhadap kota Semarang, seharusnya menjadi pertimbangan yang sangat penting. Dengan sikap ‘nerimo’ nya Agus Supriyanto hanya mengutarakan rasa sesalnya setelah proses yang beliau hadapi. Dengan harapan semoga pola pikir plagiat dalam diri semua seniman hilang hingga tak ada lagi pihak-pihak yang dirugikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H