Hujan pernah menciptakan rasa pahit. Menjatuhkan dan mengalirkan mimpi besar yang kutaruh tinggi dilangit. Hujan merubah senyum menjadi isak tangis, melahirkan ikrar janji untuk saling pergi. Tidak mengindahkan lagi perihal hati.
Namun, hujan pula menumbuhkan rasa syukur, menghadirkan keberanian baru. Berani meraih mimpi lama, walau harus tersulut dulu. Menitipkan kebahagiaan di hati yang pernah semu. Menjadi alasan aku tersenyum seperti dulu.
Padahal, untuk setiap hari-hari yang di basahi rintik kecil pun waktu itu, aku lebih memilih berteduh dari pada berjalan bersama payung, atau nyaman meringkuk dibalik selimut. Aku hanya bisa bersabar dan berteman dengan waktu.
Waktu yang menemaniku menunggu hujan berhenti turun agar bisa kembali maju. Dan kemudian waktu menuntun sabarku menuju padamu. Menemukanmu sesaat setelah hujan turun. Gadis manis, seberkas cahaya yang membawaku keluar dari mendung hujan masa lalu.
swastamita, 2018.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H