Mohon tunggu...
Sony Warsono-bin-Hardono
Sony Warsono-bin-Hardono Mohon Tunggu... -

Staff pengajar di FEB UGM

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Al-Quran & Akuntansi (3): Bahasa Bisnis yang Seharusnya

14 September 2012   00:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:30 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13475804842119174496

BERTEPUK SEBELAH TANGAN. Peribahasa ini mungkin tepat menggambarkan fenomena yang terjadi antara akuntansi dan bisnis. Walau pemerhati akuntansi mengklaim akuntansi sebagai bahasa bisnis (accounting as the language of business) tetapi banyak pelaku bisnis merasa perlu informasi akuntansi hanya ketika mengajukan kredit, mengupayakan pengurangan pajak, ataupun sekedar memenuhi persyaratan administrasi. Fenomena lainnya, dewasa ini tidak sedikit pelaku bisnis yang tidak memiliki pemahaman akuntansi sebagai “bahasa bisnis” tetapi sukses dalam bisnis. Sementara itu, banyak pemerhati akuntansiyang seharusnya telah memiliki bekal “bahasa bisnis” yang memadai justru tidak berani menekuni dunia bisnis.

Mengapa terjadi ketidak-selarasan antara akuntansi dan bisnis? Menurut Robert J. Bloomfield (2008), bahasa seharusnya bersifat natural/alami yang menjadikan komunikasi dan informasi dapat mengalir lancar. Yang terjadi, sayangnya, bahasa akuntansi (salah satunya adalah standar akuntansi) saat ini justru dipenuhi ragam aturan yang kaku dan cenderung dipaksakan pemakaiannya. Selanjutnya, Ray Ball (2008) menyatakan bahwa standar akuntansi yang ada kurang inovatif, praktik lebih detail daripada standar yang ditetapkan, dan ditambah lagi perusahaan tidak selalu patuh dalam mengimplementasikan standar. Penyebab lain terjadinya ketidak-selarasan antara akuntansi dan bisnis adalah kekurang-cermatan pemerhati akuntansi selama ini dalam memilih jenis bahasa yang digunakan.

Kita tentunya mengetahui bahwa terdapat beragam bahasa, diantaranya bahasa isyarat, bahasa tubuh, dan bahasa gambar. Secara garis besar bahasa dapat diklasifikasi menjadi 2 jenis, yaitu bahasa sosial dan bahasa realita. Jenis pertama, bahasa sosial berfungsi agar hubungan dan interaksi antar manusia dapat berlangsung baik. Bahasa ini lazimnya bersifat kualitatif. Topik bahasan yang terdapat di pelajaran Bahasa Indonesia adalah contoh bahasa sosial. Dewasa ini sebagian besar pemerhati memperlakukan akuntansi sebagai bahasa sosial yang diwujudkan dengan melakukan pengembangan standar akuntansi keuangan, antara lain IFRS (International Financial Reporting Standards).

Jenis kedua, bahasa realita berfungsi agar beragam fakta yang mencerminkan realita dapat dipahami dan dipelajari manusia. Bahasa ini lazimnya bersifat kuantitatif. Salah satu bahasa realita adalah matematika. Sebagai contoh, operasi penjumlahan “2 + 3 = 5” bukanlah merupakan hasil kesepakatan manusia belaka, tetapi persamaan tersebut benar-benar mencerminkan realita bahwa 2 jeruk (misalnya) ditambah 3 jeruk menjadikan terdapat 5 jeruk. Contoh lain, keberadaan hukum Pythagoras “c2 = a2 + b2” dalam sebuah segitiga siku-siku sesungguhnya mencerminkan realita, bukan semata dogma yang dipaksakan oleh penemunya. Menariknya lagi, disadari atau tidak, operasi penjumlahan dan hukum Pythagoras tersebut telah terbukti diterima secara universal dan berlaku dalam jangka panjang. Tidak perlu ada dewan ataupun institusi yang perlu bersusah payah memaksakan ataupun mengancam pihak lain agar mau menerima bahasa realita. Mengapa demikian? Karena bahasa realita sebenarnya mencerminkan bahasa natural/alami sehingga dapat mudah diterima oleh manusia.

Dalam pengembangan ilmu pengetahuan, bahasa sosial dan bahasa realita sesungguhnya tidak bersifat mutually exclusive. Idealnya, bahasa sosial dikembangkan sepenuhnya berlandas bahasa realita sehingga berita/informasi yang mengalir antar manusia bukan hanya berupa rumor ataupun gosip. Kalau mau dicermati, ilmu-ilmu sosial yang ada sekarang ini sedikit ataupun banyak juga telah menggunakan bahasa realita. Ambil contoh, di bidang politik, penetapan pemenang Pemilu berdasar jumlah suara: calon yang memperoleh suara lebih dari limapuluh persen (50%) dinyatakan sebagai pemenang. Ketentuan ini sangat jelas mengadopsi bahasa yang berlaku di matematika. Demikian pula, di bidang hukum, pencantuman ayat/pasal “sapu jagat” (biasanya di bagian akhir) yang ada di berbagai peraturan juga mencerminkan penerapan bahasa realita untuk mengantisipasi kemungkinan adanya permasalahan hukum yang belum tertuang dalam produk hukum yang dibuat.

Bagaimana dengan pengetahuan di akuntansi? Sebagaimana dibahas di dua tulisan sebelumnya [silakan baca Al-Qur’an & Akuntansi (1) dan (2)], mekanisme debet kredit murni merupakan aplikasi bahasa realita, dalam hal ini adalah matematika. Karena itu adalah tidak mengherankan jika mekanisme debet kredit yang telah berumur minimal lebih dari 500 tahun tetap digunakan sampai sekarang. Dokumentasi akademik menunjukkan bahwa mekanisme debet kredit telah ada sebelum Isaac Newton lahir. MasyaALLAH. Tidak berhenti di sini saja, adalah tidak berlebihan jika terdapat pernyataan bahwa mekanisme debet kredit ini masih akan terus diberlakukan di masa datang. Oleh karena itu, jika di antara pembelajar akuntansi masih beranggapan bahwa mekanisme debet kredit merupakan warisan pengetahuan akuntansi yang “layak diremehkan”, sebaiknya menyempatkan diri merenung kembali.

Referensi:

Ray Ball. 2008. What is the Actual Economic Role of Financial Reporting? Accounting Horizons. Vol. 22 (4): 427 – 432.

Robert J. Bloomfield. 2008. Accounting as the Language of Business. Accounting Horizons. Vol. 22 (4): 433 – 436.

Sony Warsono-bin-Hardono. 2011. Adopsi Standar Akuntansi IFRS: Fakta, Dilema dan Matematika. ABPublisher. Edisi pertama. Fb: akuntamatika@yahoo.com

Sony Warsono-bin-Hardono. 2012. Al Qur’an & Akuntansi: Menggugah Pikiran Mengetuk Relung Qalbu. ABPublisher. Edisi pertama. Fb: akuntamatika@yahoo.com

Sony Warsono-bin-Hardono. 2012. Al-Qur’an & Akuntansi (1) Asal-usul Debet Kredit. 31 Agustus. Website: http://sosbud.kompasiana.com/2012/08/31/al-quran-akuntansi-1-asal-usul-debet-kredit/

Sony Warsono-bin-Hardono. 2012. Al-Qur’an & Akuntansi (2): Sistem Pencatatan Berpasangan. 7 September. Website: http://sosbud.kompasiana.com/2012/09/07/al-quran-akuntansi-2-sistem-pencatatan-berpasangan/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun