Perubahan lebih sering berlangsung secara evolusi, daripada revolusi. Akibatnya, adalah tidak mudah mengenali perubahan yang terus terjadi. Evolusi ini juga nampaknya juga berlaku selama perjalanan akuntansi sebagai ilmu pengetahuan. Tulisan singkat ini mencoba menyajikan awal perjalanan akuntansi sebagai ilmu sosial.
Dinyatakan secara sederhana, ilmu sosial (murni) pada dasarnya berisi tentang beragam pengetahuan yang dikembangkan dalam rangka menjadikan interaksi antar manusia (termasuk makhluk hidup lainnya dan alam) dapat berlangsung baik. Sebagai contoh, pengenalan dan pengungkapan sejarah kehidupan manusia masa lampau (antara lain berupa budaya dan aneka artefak yang tertinggal) seringkali layak dikategorikan sebagai ilmu sosial. Tujuan pengungkapan sejarah ini adalah untuk menjadi pembelajaran manusia modern dalam berinteraksi dengan manusia lainnya. Berbagai gagasan yang ditawarkan dalam rangka pengembangan tata-pemerintahan dan politik dewasa ini juga dipertimbangkan sebagai contoh yang dapat diidentikkan dengan pengembangan ilmu sosial.
Rasanya tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa sebagian besar pemerhati akuntansi dewasa ini menempatkan akuntansi sebagai ilmu sosial (murni). Dari perspektif pendidikan, dewasa ini kurikulum sekolah menengah menempatkan akuntansi sebagai salah satu mata-pelajaran yang hanya diajarkan di pilihan IPS (ilmu pengetahuan sosial, penulis), yang pada gilirannya akuntansi juga terutama diajarkan di fakultas bisnis yang sejauh ini dikategorikan sebagai bagian dari ilmu sosial. Dari dimensi praktik, gagasan pengembangan akuntansi dewasa ini yang sangat berfokus pada penerbitan aturan-aturan juga mencerminkan pengembangan akuntansi sebagai ilmu sosial murni. Penerbitan beragam aturan dimaksudkan agar dipatuhi oleh entitas-entitas bisnis yang ada dengan harapan interaksi manusia dalam berbisnis dapat berjalan lancar. Salah satu contoh kongkrit dari pengembangan akuntansi yang berbasis aturan adalah gagasan adopsi IFRS secara internasional sehingga nantinya mimpi untuk menunggalkan standar akuntansi secara global tercapai.
Meskipun sebagian pemerhati akuntansi akan mudah bersepakat untuk menempatkan akuntansi sebagai ilmu sosial, tetapi ada baiknya mengetahui sekilas sejarah awal berkembangnya akuntansi sebagai ilmu sosial. Di awal seperempat abad 20 sebagian pemerhati akuntansi mempertanyakan keberadaan akuntansi: pengetahuan akuntansi tidak masuk dalam galeri seni tetapi juga tidak masuk dalam dunia akademi (Hatfield, 1924). Pernyataan Hatfield sebagai tokoh akuntansi tersebut menyiratkan bahwa pada masa tersebut belum cukup kuat hasrat dan keinginan pemerhati akuntansi untuk menempatkan akuntansi sebagai ilmu sosial. Sampai dengan pertengahan abad ke-20 sekalipun sebagian pemerhati akuntansi lebih suka menempatkan akuntansi sebagai seni. Seiring perkembangan bisnis dan perjalanan waktu, nampaknya mulai semakin menguat gagasan untuk memperlakukan akuntansi sebagai sains (science). Sterling (1979) menerbitkan buku berjudul “Toward a Science of Accounting” yang pada dasarnya mengajukan gagasan untuk mentransformasi akuntansi dari seni menjadi ilmu (dalam hal ini adalah ilmu sosial).
Gagasan memperlakukan akuntansi sebagai ilmu sosial murni bergulir bagai bola salju yang menggelinding ke lembah: dari waktu ke waktu semakin besar hingga sekarang ini. Pada awal kemunculan akuntansi sebagai ilmu sosial sebesarnya juga muncul perdebatan. Salah satu isu yang menjadi topik diskusi pada masa itu adalah adanya kenyataan bahwa “prinsip dan hukum yang berlaku di akuntansi bukan merupakan hukum alam (natural laws) tetapi lebih merupakan hasil pengembangan manusia untuk memenuhi kebutuhan komunitas bisnis” (Blough, dalam Sterling, 1979). Meski kemudian isu ini sejauh ini termarginalkan (terbukti akuntansi dianggap “sukses” menjadi ilmu sosial di era ini, bukan berarti isu ini tidak penting atau irrelevant untuk diselesaikan.
Sejauh mana perkembangan akuntansi sebagai ilmu sosial murni dalam kurun waktu singkat (terutama jika dibandingkan dengan mekanisme debet kredit yang telah berlangsung dan secara kontinyu digunakan lebih dari 500 tahun)? Pertanyaan ini akan dibahas dalam tulisan berikutnya. InsyaALLAH.
Referensi:
Sony Warsono-bin-Hardono. 2012. Al Qur’an & Akuntansi: Menggugah Pikiran Mengetuk Relung Qalbu. ABPublisher. Edisi pertama. Fb: akuntamatika@yahoo.com
Sony Warsono-bin-Hardono. 2012. Al-Qur’an & Akuntansi (1) Asal-usul Debet Kredit. 31 Agustus. Website: http://sosbud.kompasiana.com/2012/08/31/al-quran-akuntansi-1-asal-usul-debet-kredit/
Sony Warsono-bin-Hardono. 2012. Al-Qur’an & Akuntansi (2): Sistem Pencatatan Berpasangan. 7 September. Website: http://sosbud.kompasiana.com/2012/09/07/al-quran-akuntansi-2-sistem-pencatatan-berpasangan/
Sony Warsono-bin-Hardono. 2012. Al-Qur’an & Akuntansi (6): Pengetahuan yang Rahmatan lil ‘alamin. 5 Oktober. Website: http://sosbud.kompasiana.com/2012/10/05/a-quran-akuntansi-6-pengetahuan-yang-rahmatan-lil-alamin/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H