Budaya baca buku di kalangan siswa mendapat tantangan hebat dari budaya    internet. Perhatikanlah kebiasaan dan kesukaan sebagian siswa sehari-hari di sekitar sobat. Mereka terlalu banyak menghabiskan waktu untuk berkutat dengan jejaring sosial seperti twitter, facebook, netlog, dan lain sebagainya.
Memang, untuk melakukan interaksi dengan situs jejaring sosial tersebut tak perlu bersusah-susah. Tak perlu pergi ke warung internet (warnet), tak perlu pakai modem dan PC. Toh, sudah banyak mobile genggam yang medukung budaya internet untuk menghubungkan mereka dengan jejaring sosial dan akses lainnya.
Sobat tidak akan merasa heran dengan fenomena budaya siswa di lingkungan sobat sendiri. Jika seorang siswa disuruh membaca buku pelajaran misalnya, maka sobat sudah dapat memperkirakan ekspresi mereka. Kalaupun mereka mau melakukannya, itupun tak berapa menit lamanya. Bagaimana kalau dianjurkan membaca buku di perpustakaan? Banyak sekali alasan yang mereka berikan.
Sebaliknya, jika mereka disuruh pergi ke warnet akan bergegas dan  gembira sekali. Terbayang oleh mereka akan melakukan browsing dan surfing yang mengasyikkan. Jika di pustaka hanya betah membaca buku sekian menit saja, maka di warnet akan sanggup bertahan berjam-jam lamanya.
Di sisi lain, sebagai siswa mereka harus lebih banyak membaca buku pelajaran dan buku-buku ilmu pengetahuan lainnya yang berkaitan dengan mata pelajaran di sekolah. Dengan demikian mereka akan dapat menguasai bahan pelajaran dengan baik sehingga memperoleh nilai raport yang memuaskan.
Tentu saja, sebagai orang tua maupun guru, budaya buku tak ingin kalah telak oleh budaya internet. Minimal kedua budaya ini berimbang. Mengapa? Membaca buku sangat penting bagi siswa untuk menguasai materi pelajaran di sekolah. Browsing internet juga penting bagi siswa untuk memperkaya pengetahuan dan pengalaman belajar.***
Swara Pendidikan
