Saya menyatakan kali ini PDIP cukup cerdik menjagokan Jokowi-Ahok. Kalkulasi mereka boleh saya bilang cukup ilmiah. Mari sedikit merefer kepada komposisi jumlah penduduk sebagaimana berikut: Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, tercatat bahwa penduduk Jakarta berjumlah 8,3 juta jiwa yang terdiri dari orang Jawa sebanyak 35,16%, Betawi (27,65%), Sunda (15,27%), Tionghoa (5,53%), Batak (3,61%), Minangkabau (3,18%), Melayu (1,62%), Bugis (0,59%), Madura (0,57%), Banten (0,25%), dan Banjar (0,1%)
Jumlah penduduk dan komposisi etnis di Jakarta, selalu berubah dari tahun ke tahun. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, tercatat bahwa setidaknya terdapat tujuh etnis besar yang mendiami Jakarta. Suku Jawa merupakan etnis terbesar dengan populasi 35,16% penduduk kota. Etnis Betawi berjumlah 27,65% dari penduduk kota. Pembangunan Jakarta yang cukup pesat sejak awal tahun 1970-an, telah banyak menggusur perkampungan etnis Betawi ke pinggiran kota. Pada tahun 1961, orang Betawi masih membentuk persentase terbesar di wilayah pinggiran seperti Cengkareng, Kebon Jeruk, Pasar Minggu, dan Pulo Gadung, Orang Tionghoa telah hadir di Jakarta sejak abad ke-17. Mereka biasa tinggal mengelompok di daerah-daerah pemukiman yang dikenal dengan istilah Pecinan. Pecinan atau Kampung Cina dapat dijumpai di Glodok, Pinangsia, dan Jatinegara, selain perumahan-perumahan baru di wilayah Kelapa Gading, Pluit, dan Sunter. Orang Tionghoa banyak yang berprofesi sebagai pengusaha atau pedagang.Disamping etnis Tionghoa, etnis Minangkabau juga banyak yang berdagang, di antaranya perdagangan grosir dan eceran di pasar-pasar tradisional kota Jakarta.
Masyarakat dari Indonesia Timur, terutama etnis Bugis, Makassar, dan Ambon, terkonsentrasi di wilayah Tanjung Priok. Di wilayah ini pula, masih banyak terdapat masyarakat keturunan Portugis, serta orang-orang yang berasal dari Luzon, Filipina.
Saya tidak sedang mengkampanyekan kandidat tertentu, secara pribadi saya lebih suka pasangan Faisal Basri-Biem Benjamin menjadi DKI-1 dibanding kandidat lain dan sebagai alternatifnya memang pasangan Jokowi-Ahok.
Percaya atau tidak, Jokowi-Ahok pasti menang, memang saya menganalisa berdasarkan kecenderungan dari sudut asal muasal kandidat dari Suku mana, bukan maksud saya Gubernur DKI musti dari etnis tertentu, saya sangat tidak setuju isu Rasialisme.  Saya masih teringat sewaktu sebelum Foke dicalonkan jadi DKI-1, kawan saya Bang Anthon Sihotang berkeinginan mencalonkan diri jadi DKI-1. Saya melihat semangat dan optimismenya tinggi karena beliau dicalonkan oleh mayoritas etnis Cina di bilangan Glodok sana, katakanlah etnis Cina. Lalu saya mencoba berpikir mengapa etnis Cina menjadi penting untuk meraup suara? yah tentu saja Cina di Jakarta adalah urutan ke-3 terbesar dan suara mereka cenderung solid. Sayang seribu sayang, Anthon Sihotang tidak di-calonkan partainya Golkar meskipun waktu itu saya berusaha melobi PDS untuk mencalonkan beliau, tetapi lagi-lagi bukan rahasia umum lagi, kandidat Gubernur harus berani bayar Mahar.
Tipikal gaya politik di Indonesia masih cenderung uang yang bicara. Anda punya uang berjibun maka anda bisa beli apa saja. Itu sebabnya dalam tulisan saya sebelumnya di Kompasiana ini, menyatakan Faisal & Biem akan dihadang mesin politik dan uang.
Kembali kepada Jokowi-Ahok. Disamping mewakili etnis terbesar di Jakarta juga mereka di-usung partai PDIP, kendaraan ini sungguh sangat pas saat ini sebab sampai sejauh ini PDIP masih menunjukkan konsistensinya dalam bersikap. Sikap PDIP yang pro-Rakyat sangat memudahkan mesin politiknya berjalan dengan mulus. Kantong-kantong PDIP akan mewarnai posko-posko pelosok DKI dengan ciri khas Jokowi-Ahok menggunakan kemeja kotak-kotak sambil singsingkan lengan. Uniform kotak2 dan lengan pendek yang dilipat/digulung itu menjadi simbol Jokowi-Ahok turun ke-lapangan dan bekerja langsung bersama rakyat memajukan DKI. Jokowi-Ahok akan senantiasa di-pasar, dilapangan, mungkin kita agak jarang melihatnya duduk dibelakang meja apabila memerintah DKI.
Sekali lagi Believe or Not? Jokowi-Ahok pasti menang. Sebetulnya masih banyak alasan dan kalkulasi ilmiah saya yang menyimpulkan bahwa secara matematis memang Jokowi-Ahok pasti menang, mari kawan coba tambahkan faktor-faktor lain sebagai referensi alasan saya, atau argumentasi lain dalam kondisi dan situasi saat ini. Meskipun kekuatan politik Golkar, PKS dan Demokrat berjalan dan berjibaku tetap kemenangan Jokowi-Ahok tidak terbendung. Malah jika semua kekuatan Golkar, PKS dan Demokrat dikerahkan, justeru makin menguntungkan Jokowi-Ahok dan PDIP. Dalam hati saya, tetap menangis dan melirih seharusnya DKI-1 lebih baek jatuh kepada BABE (Batak-Betawi) alias Faisal Basri dan Biem Benjamin................
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H